ARTI SAHABAT "INGATLAH SAAT KITA BERSAMA"
Berbagi dan Menginspirasi
Minggu, 14 April 2013
HAK CIPTA (UU NOMOR 19 TAHUN 2002)
HAK
CIPTA (UU NOMOR 19 TAHUN 2002)
Makalah Ini Disusun Guna Melengkapi
Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis
Dosen Pengampu : Dr.Triyanto, S.H.,
M.Hum.
Di susun Oleh :
KELOMPOK
1
Joko Priyanto K6410036
Rahmat Wijayanto J K6410049
Riska Amalia K6410051
Siti Nor Rochmah K6410053
PENDIDIKAN
PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Hak Atas Kekayaan
Intelektual atau sering disingkat HAKI adalah hak yang diberikan kepada
orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif
tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran pencipta dalam kurun
waktu tertentu. Buah pikiran tersebut dapat terwujud dalam tulisan, kreasi
artistik, simbol-simbol, penamaan, citra, dan desain yang digunakan dalam
kegiatan komersil. Salah satu produk HAKI yaitu Hak Cipta. Adapun pengertian
dari Hak Cipta, yaitu hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya. Praktek pembajakan hak cipta di Indonesia dari tahun
ke tahun cenderung meningkat drastis dan sudah sangat memprihatinkan. Salah
satu fakta yang ada di lapangan misalnya terjadi pada industri musik. Menurut
catatan Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), pembajakan industri musik
di Indonesia menunjukkan angka yang paling signifikan. Pihak yang paling
dirugikan yaitu datang dari pihak musisi atau pencipta lagu yang hasil karyanya
dibajak.
Pihak yang paling
berpengaruh dalam pembajakan adalah pihak yang mngedarkan. Banyaknya kaset
palsu di pasaran memancing masyarakat untuk membelinya dengan harga yang lebih
terjangkau. Harga satu kepingnya yaitu berkisar antara Rp 5.000,00 – Rp
6.000,00. Apabila dibandingkan dengan harga aslinya, maka akan berlipat 10x menjadi
Rp 50.000,00. Inilah yang menjadi alasan mengapa masyarakat lebih memilih untuk
membeli kaset bajakan. Karena lebih murah, maka mereka mengabaikan akan
pelanggaran hak cipta yang telah mereka lakukan.
Secara yuridis, pemerintah pun telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta.
Secara yuridis, pemerintah pun telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hak
cipta?
2. Bagaimana pengaturan tentang hak
cipta?
3. Bagaimana prosedur pendaftaran,
ciri-ciri, ciptaan yang dilindungi?
4. Bagaimana perkembangan Perundang-undangan Mengenai Hak Cipta di Indonesia?
5. Berapa lama jangka waktu hak
cipta?
6. Apa saja bentuk pelanggaran hak
cipta beserta sanksi pidananya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian hak
cipta
2. Untuk mengetahui pengaturan hak
cipta
3. Untuk mengetahui prosedur
pendaftaran, ciri-ciri, ciptaan yang dilindungi
4. Untuk mengetahui perkembangan Perundang-undangan Mengenai Hak Cipta di Indonesia
5. Untuk mengetahui jangka waktu hak
cipta
6. Untuk mengetahui bentuk
pelanggaran hak cipta beserta sanksi pidananya
BAB II
PEMBAHASAN
HAK CIPTA
Hak cipta adalah Hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Pasal 2 ayat 1 UUHC). Dikatakan hak khusus atau sering juga
disebut hak eksklusif yang berarti hak tersebut hanya diberikan kepada pencipta
dan tentunya tidak untuk orang lain selain pencipta.
Hak khusus meliputi :
a. hak untuk mengumumkan;
b. hak untuk memperbanyak.
Pengaturan hak cipta
Diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta telah diubah dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1997 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak
Cipta. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1982 jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 jo Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1997.
Pendaftaran hak cipta
Pendaftaran hak cipta bukanlah
merupakan persyaratan untuk memperoleh perlindungan hak cipta (pasal 5 dan
pasal 38 UUHC). Artinya, seorang pencipta yang tidak mendaftarkan hak cipta
juga mendapatkan perlindungan, asalkan ia benar-benar sebagai pencipta suatu ciptaan
tertentu. Pendaftaran bukanlah jaminan mutlak bahwa pendaftar sebagai pencipta
yang dilindungi hukum. Dengan kata lain Undang-Undang Hak Cipta melindungi
pencipta, terlepas apakah ia mendaftarkan ciptaannya atau tidak.
Ciri Hak Cipta
Ciri-ciri utama Hak Cipta dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak (Pasal 3 ayat Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta).
1. Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak (Pasal 3 ayat Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta).
2. Hak Cipta dapat beralih atau
dialihkan, haik seluruhnya atau sebagian karena: pewarisan, hibah, wasiat,
dijadikan milik negara, perjanjian yang harus dilakukan dengan akta, dengan
ketentuari bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam akta
tersebut (Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 6 Tahu 1982 tentang Hak Cipta).
3. Hak yang dimiliki oleh pencipta,
demikian pula Hak Cipta yang tidak diumumkan, yang setelah penciptanya
meninggal dunia, menja milik ahli warisnya atau penerima wasiat, tidak dapat
disita (Pasal Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta).
Ciptaan yang dilindungi
Setelah mengetahui ciri-ciri hak
cipta, perlu juga diketahui karya-karya yang dilindungi oleh Hak Cipta di
Indonesia. Karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra atau Ciptaan
dilindungi oleh UU Hak Cipta No. 19 tahun 2002, yaitu:
a. Buku, program komputer, pamflet,
perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan dan semua karya tulis lainnya;
b. Ceramah, kuliah, pidato dan
ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. Lagu atau musik dengan atau
tanpa teks;
e. Drama atau drama musical, tari,
koreografi, pewayangan,pantomim;
f. Seni rupa dalam segala bentuk
seperti seni lukis, gambar, seni ukir, kaligrafi, seni pahat, seni patung,
kolase, dan seni terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta, Seni batik, Fotografi, Sinematografi;
i. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dan
hasil pengalihwujudan.
Hak moral merupakan hak yang khusus
serta kekal yang dimiliki si pencipta atas hasil ciptaannya, dan hak itu tidak
di pisahkan dari penciptanya. Hak moral ini mempunyai 3 dasar, yaitu hak untuk
mengumumkan (the right of publication); hak paterniti (the right of paternity)
dan hak integritas (the right of integrity). Sedangkan Komen dan Verkade
menyatakan bahwa hak moral yang dimiliki seorang pencipta itu meliputi:
1. Larangan mengadakan perubahan
dalam ciptaan;
2. Larangan mengubah judul;
3. Larangan mengubah penentuan
pencipta;
4. Hak untuk mengadakan perubahan.
Selain hak cipta yang bersifat
orisinal (asli), juga dilindunginya hak turunannya yaitu hak salinan
(neighbouring rights atau ancillary rights). Perlindungan hak salinan ini hanya
secara khusus hanya tertuju pada orang-orang yang berkecimpung dalam bidang
pertunjukan, perekaman, dan badan penyiaran.
Perkembangan Perundang-undangan
Mengenai Hak Cipta di Indonesia
Setelah masa revolusi sampai tahun
1982, Indonesia masih memakai UU pemerintah kolonial Belanda Auteurswet 1912,
sampai saat Undang-Undang Hak Cipta Nasional pertama diberlakukan tahun 1982.
Berdasarkan Undang-undang Hak Cipta (UUHC) No. 6 tahun 1982, perlindungan atas
para Pencipta dianggap kurang memadai dibandingkan dengan yang diberikan oleh
hukum Hak Cipta di luar negeri. Misalnya, perlindungan Hak Cipta umumnya
berlaku selama hidup Pencipta dan 25 tahun setelah meninggalnya Pencipta.
Kategori karya-karya yang Hak Ciptanya dilindungi pun terbatas karena hak-hak
yang berkaitan dengan Hak Cipta (neighbouring rights), misalnya, tidak
memperoleh perlindungan hukum.
Pada tahun 1987, UU Hak Cipta
Indonesia direvisi dan skala perlindungan pun diperluas. Menurut Undang-undang
No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta, diberlakukan tidak sama untuk setiap bidang ciptaan, untuk:
1. Hak Cipta atas ciptaan: buku, pamflet,
dan semua hasil karya tulis lainnya, seni tari (koreografi), segala bentuk seni
rupa; seni batik, ciptaan lagu atau musik, karya arsitektur, berlaku selama
hidup pencipta plus lima puluh tahun setelah meninggal. Dan bila hak cipta
tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih, maka hak cipta berlaku selama
hidup.pencipta yang terlama hidupnya dan 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta
terakhir meninggal.
2. Karya cipta berupa: karya
pertunjukan, dan karya siaran; ceramah, kuliah, dan pidato, peta, karya
sinematografi, karya rekaman suara atau bunyi, terjemahan juga tafsir, hak
cipta berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
3. Karya cipta berupa, karya
fotografi, program komputer, serta saduran, dan penyusunan bunga rampai, hak
cipta hanya berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali
diumumkan.
Begitu juga dilakukan perluasaan
perlindungan hukum bagi karya-karya seperti rekaman dan video dikategorikan
sebagai ‘karya-karya yang dilindungi’. Hak Negara untuk mengambil alih Hak
Cipta demi kepentingan nasional dicabut karena pasal-pasal wajib mengenai
lisensi Hak Cipta dianggap telah memadai untuk menjaga kepentingan nasional.
Pada tahun 1997, UU Hak Cipta
Indonesia direvisi lebih lanjut guna mengarahkan hukum Indonesia memenuhi
kewajibannya pa¿ TRIPs. Hak yang berkaitan dengan Hak Cipta (neighbouring
rights) secara khusus diakui dan dilindungi dalam bagian UU baru tersebut.
Walaupun demikian, banyak karya yang dianggap termasuk dalam hak-hak yang
berkaitan dengan Hak Cipta ternyata diikutsertakan dalam pasal umum mengenai
kategori karya-karya yang hak ciptanya dilindungi.
Pengaturan ketentuan mengenai
perlindungan Hak Cipta ini, dalam Undang-undang Hak Cipta No. 12 tahun 1997
banyak mengalami perubahan, menyangkut karena adanya perubahan dan penataan
pengelompokan mengenai jenis-jenis ciptaan. Di antara perubahan mengenai
perlindungan Hak Cipta tersebut yaitu adanya tambahan ketentuan baru yang
dimasukkan dalam Undang-undang Hak Cipta 1997, berupa pengaturan hal-hal sebagai
berikut:
1. Hak Cipta atas ciptaan yang
dipegang atau dilaksanakan Negara berupa hasil kebudayaan rakyat yang menjadi
milik bersama, maka lamanya perlindungan berlaku tanpa batas waktu.
2. Hak Cipta atas ciptaan yang
dipegang atau dilaksanakan Negara karena suatu ciptaan tidak diketahui
penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan, maka lamanya perlindungan
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya cipta tersebut pertama kali
diketahui umum.
3. Hak Cipta atas ciptaan yang
dipegang dan dilaksanakan oleh penerbit karena suatu ciptaan telah diterbitkan
tetapi tidak diketahui penciptanya atau pada ciptaan tersebut hanya tertera
nama samar-an penciptanya, maka lamanya perlindungan berlaku selama 50 (lima
puluh) tahun sejak karya cipta tersebut pertama kali diterbitkan.
4. Hak Moral dari suatu ciptaan
jangka waktu perlindungannya tanpa batas waktu.
5. Dasar perhitungan jengka waktu perlindungan Hak Cipta bertitik tolak pada tanggal 1 Januari tahun berikutnya atau tahun yang ber-jalan setelah ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan atau pencipta meninggal dunia.
5. Dasar perhitungan jengka waktu perlindungan Hak Cipta bertitik tolak pada tanggal 1 Januari tahun berikutnya atau tahun yang ber-jalan setelah ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan atau pencipta meninggal dunia.
Ketentuan ini tidak berarti
mengurangi hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta yang dihitung
sejak lahirnya suatu ciptaan, apabila tanggal tersebut diketahui secara jelas. Tolok ukur untuk mengukur terjadinya pelanggaran Hak
Cipta diubah dari ukuran kuantitatif (10 %) menjadi ukuran kualitatif yang
sesuai dengan kebanyakan undang-undang di luar negeri. Revisi tahun 1997 juga
menambahkan konsep keaslian dalam definisi karya kreatif (Pasal 1 ayat 2). Hal
yang menarik di sini adalah di pertahankannya sistern pendaftaran Hak Cipta
secara sukarela. Pendaftaran sebenarnya dilakukan dalam rangka penyediaan
bukti-bukti guna menyelesaikan sengketa jika terjadi masalah di kemudian hari.
Pada akhirnya, pada tahun 2002,
Undang-undang Hak Cipta No. 12 tahun 1997 (UUHC) dicabut dan digantikan UHHC
yang baru yaitu Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 yang memuat
perubahan-perubahan untuk disesuaikan dengan TRIPs dan penyempurnaan beberapa
hal yang perlu untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di
bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual
yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tradisisonal Indonesia.
Di dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 yang baru juga dimuat beberapa ketentuan baru, antara lain:
Di dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 yang baru juga dimuat beberapa ketentuan baru, antara lain:
1. database merupakan salah satu
Ciptaan yang dilindungi;
2. penggunaan alat apa pun baik
melalui kabel maupun tanpa termasuk media internet, untuk pemutaran
produk-produk cakram optik (optic disc) melalui media audio, media audiovisual
dan/atau sarana telekomunikasi:
3. penyelesaian sengketa oleh
Pengadilan Niaga, arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa;
4. penetapan sementara pengabdian
untuk mencegah kerugian lebih besar bagi Pemegang hak;
5. batas waktu proses perkara
perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di
Mahkamah Agung: pegcantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana
kontrol teknologi;
6. pencantuman mekanisme pengawasan
dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produksi
berteknologi tinggi;
7. ancaman pidana atas pelanggaran
Hak Terkait;
8. ancaman pidana dan denda
minimal;
9. ancaman pidana terhadap
perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan komersial secara
tidak sah dan melawan hukum.
Jangka waktu perlindungan hak cipta
a. Ciptaan
buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta,
seni batik terjemahan, tafsir, saduran berlaku selaama hidup pencipta ditambah
50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
b. Ciptaan
program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil
pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali di umumkan.
c. Ciptaan
atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama 25
tahun sejak pertama kali diterbitkan.
d. Ciptaan
yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 tahun sejak
pertama kali di umumkan.
e. Ciptaan
yang dipegang atau yang dilaksanakan oleh negara berdasarkan ketentuan pasal 10
ayat 2 huruf b, berlaku tanpa batas.
Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta
Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta
antara lain berupa pengambilan, pengutipan, perekaman, pertanyaan dan
pengumuman sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan cara apapun tanpa
ijin pencipta atau pemegang hak cipta, bertentangan dengan UU atau melanggar
perjanjian. Dilarang UU artinya UU Hak cipta tidak memperkenankan perbuatan itu
dilakukan oleh orang yang tidak berhak, karena 3 hal:
1. Merugikan
pencipta atau pemegang hak cipta misalnya memfotocopy sebagian atau seluruhnya
ciptaan orang lain kemudian dijual belikan kepada masyarakat luas.
2. Merugikan
kepentingan negara misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan
kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan atau
3. Bertentangan
dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual video
compact disc (VCD) porno.
Pelanggaran hak
cipta menurut ketentuan ikatan penerbit Indonesia(IKAPI) pada tanggal 15
februari 1984 dapat dibedakan dua jenis, yaitu:
1. Mengutip
sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah
ciptaan sendiri atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah ciptaan sendiri.
Perbuatan ini disebut plagiat atau penjiplakan yang dapat terjadi antara lain
pada karya cipta berupa buku, lagu, dan notasi lagu.
2. Mengambil
ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana yang aslinya
tanpa mengubah bentuk isi, pencipta dan penerbit atau perekam. Perbuatan ini
disebut dengan piracy (pembajakan) yang banyak dilakukan pada ciptaan berupa
buku rekaman audio atau video seperti kaset lagu dan gambar atau (VCD) karena
menyangkut dengan masalah acoommercial scale.
Pasal 72 UU No 19
tahun 2002 menentukan pula bentuk perbuatan pelanggaran Hak cipta sebagai delik
UU yang dibagi tiga kelompok, yakni :
1. Dengan
sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin
untuk itu. Termaasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain : melanggar larangan
untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang
bertentangan denga kebijaksanaan pemerintah dibidang pertahanan dan keamanan
negara, kesusilaan, dan ketertibaan umum. Yang melanggar akan dipidana dengan
pidana penjara paling singkat atau pidana minimum 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp. 1.000.000 (satu juta) atau pidana penjara paling lama 7
tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta).
2. Dengan
sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini
antara lain : penjualan buku dan VCD bajakan. Bagi pelanggar akan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000 (lima ratus juta)
3. Dengan
sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu
program komputer. Bagi pelanggar akan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta).
Ketentuan sanksi pidana pelanggaran hak cipta
Berdasarkan pasal 56
UU No 19 tahun 2002, bahwa hak untuk mengajukan gugatan ganti rugi sebagaimana
diatur dalam pasal 66 ayat 1 UU No 19 tahun 2002 tidak mengurangi hak negara
untuk melakukan tuntutan pidana pada setiap pelanggaran hak cipta. Negara
berkewajiban mengusut setiap pelanggaran hak cipta yang terjadi. Hal ini
didasarkan pada kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan pelanggaran hak cipta,
yang tidak saja diderita oleh pemilik atau pemegang hak cipta dan hak terkait,
tetapi juga oleh negara, karena kurangnya pendapatan negara yang seharusnya
bisa didapat dari pemegang hak cipta atau hak terkait.
Pada UU no 19 tahun 2002 apabila terdakwa
dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadlan, maka terdakwa dapat dipidana
penjara paling singkat satu bulan atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,- .
disamping itu juga terdpat kenaikan denda yang sangat tinggi dari Rp 100.000.000 (seratus juta) menjadi Rp
5.000.000.000 (lima milyar). Kenaikan hukuman denda yang sangat besar itu
dimaksudkan agar ada efek jera bagi mereka yang melakukan pelanggaran, karena
denda seratus juta dianggap masih ringan oleh para pelanggar, karena keuntungan
yang diperoleh jauh lebih besar
dibanding denda yang dijatuhkan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hak cipta diatur dalam UU No.19 tahun 2002. Hak cipta adalah Hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Pasal 2 ayat 1 UUHC). Dikatakan hak khusus atau sering juga disebut
hak eksklusif yang berarti hak tersebut hanya diberikan kepada pencipta dan
tentunya tidak untuk orang lain selain pencipta. Hak khusus meliputi :
a. hak untuk
mengumumkan;
b. hak untuk
memperbanyak.
B.
Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan adalah :
a. Pemerintah
harus bertindak tegas untuk menghukum pelaku yang melanggar UU Hak cipta
b. Pemerintah
mengharuskan setiap pencipta untuk segera mendaftarkan karya ciptaannya, agar
tidak terjadi plagiatisme
c. Masyarakat
ikut berpartisipasi dalam menerapkan peraturan mengenai ha cipta serta
menghargai hasil cipta orang lain
DAFTAR PUSTAKA
Rabu, 09 Mei 2012
Putusan Mahkamah Internasional Tentang Sengketa Pulau Sipadan-Ligitan Antara Indonesia dan Malaysia
Konflik
Indonesia-Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan akhirnya disepakati
penyelesaiannya diserahkan kepada Mahkamah Internasional. Dalam keputusannya
tanggal 17 Desember 2002 di Den Haag dinyatakan oleh 16 Hakim menyetujui pulau
itu sebagai milik Malaysia dan 1 Hakim menyatakan sebagai milik Indonesia. Dari
17 Hakim tersebut, 15 adalah Hakim tetap dan 2 adalah tidak tetap yang
masing-masing dipilih oleh Indonesia dan Malaysia.
PERTANYAAN :
Apakah
dasar keputusan MI tersebut? Dan apa implikasinya terhadap teori cara
memperoleh wilayah negara? Sebut dan jelaskan!
JAWABAN:
·
Dasar keputusan Mahkamah Internasional
(ICJ) yang memenangkan Malaysia sebagai pemilik Pulau Sipadan dan Ligitan :
1.
Bukti-bukti yang menjadi
dasar klaim kedua negara atas Pulau Sipadan dan Ligitan :
a.
Negara Indonesia, bukti yang menyatakan bahwa Sipadan
dan Ligitan sebagai milik Indonesia adalah deklarasi Djuanda dan
Perpu no 4 Tahun 1960, serta isi dari Pasal IV Konvensi Belanda dan Inggris tahun
1891 yang di tanda tangani di London, dalam pasal itu menyatakan bahwa kedua
negara itu sepakat bahwa batas antara jajahan Belanda dan negara-negara yang
dilindungi Inggris di pulau yang sama di ukur dari titik 4 menit 10 detik
lintang utara di pantai timur Kalimantan. Dari titik posisi itu lantas di tarik
ketimur mengikuti garis paralel melintasi Pulau Sebatik. Bagian pulau yang
terletak sebelah utara garis paralel sepenuhnya milik British North Borneo
Company. Sedangkan Bagian selatan garis paralel menjadi hak milik Belanda.
Berdasarkan kesepakatan itu, Pulau Sipadan dan Ligitan masuk ke wilayah Belanda
dan di wariskan ke Indonesia yang merdeka pada tahun 17 Agustus 1945. Selain
itu Indonesia mengklaim kedua wilayah tersebut adalah wilayah milik Sultan
Bulungan dan menjadi wilayah dari kerajaan Kutai di Kalimantan.
b.
Negara Malaysia juga memiliki dasar yang kuat untuk
mendapatkan klaim kedua pulau tersebut yaitu berdasarkan Traktat Paris tahun
1809 yang merupakan perjanjian perbatasan Malaysia dan Filipina. Kemudian
perjanjian Spanyol-Amerika pada tahun 1900 dan perjanjian Inggris-Amerika
Serikat pada tahun 1930. Selain dengan dasar perjanjian-perjanjian tersebut
Sipadan dan Ligitan merupakan hak turun temurun dari Sultan Sulu yang
menyerahkan kepada Spanyol, Amerika Serikat, Inggris dan kemudian kepada
Malaysia setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1963. Sehingga
Indonesia tidak mempunyai bukti cukup kuat untuk mengklaim Sipadan dan Ligitan
karena setelah ditinggalkan Belanda, Indonesia menelantarkan kedua pulau itu.
Sesuai dengan aturan hukum internasional hak atas wilayah bisa diperoleh pihak
ke tiga bila wilayah tersebut di telantarkan untuk kurun waktu tertentu oleh
pemilik aslinya.
2.
Dasar Keputusan Mahkamah
Internasional (ICJ) tentang Pulau Sipadan dan Ligitan :
Mahkamah
Internasional memenangkan pihak Malaysia atas Pulau Sipadan dan Ligitan, berdasarkan
:
a.
Keberadaan terus-menerus (continuous presence)
b.
Penguasaan efektif (effectrive occupation), (tanpa memutuskan pada pertanyaan
dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris
(penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa
penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap
pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercusuar sejak 1960-an.
Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi
pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkain
kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di
perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.
c.
Pelestarian alam (ecology preservation)
Kamis, 03 Mei 2012
Terbentuknya RIS menurut Teori Pengakuan Negara
Negara
Republik Indonesia Serikat yang lahir akibat Konferensi Meja Bundar yang
dilangsungkan di s’Gravenhage tanggal 2 November 1945 antara Republik
Indonesia, BFO, dan Belanda yang dihadiri oleh sebuah Komisi PBB untuk
Indonesia. Isi perjanjian itu adalah :
- Di dirikannya Negara Republik Indonesia Serikat
- Penyerahan kedaulatan kepada RIS (di Indonesia biasa dibaca “pemulihan kedaulatan kepada RIS”)
- Di dirikannya Uni antara RIS dan Kerajaan Belanda
§ Fakta
lain, Proklamasi Kemerdekaan kita 17-8-1945
§ Penyerahan
Kedaulatan (pemulihan kedaulatan) isinya :
a.
Piagam Penyerahan Kedaulatan terhitung
tanggal 17 Desember 1949
b.
Status Uni
c.
Persetujuan Perpindahan
Pertanyaan :
1.
Atas dasar fakta-fakta tersebut
kapankah Negara Indonesia itu dikatakan ada menurut Teori Pengakuan Negara?
Buktikan dengan argumentasi yang mapan!
Jawab
:
a.
Teori
Deklaratoir, apabila semua unsur negara telah
dimiliki oleh suatu masyarakat politik, maka dengan sendirinya telah merupakan
suatu negara dan harus diperlakukan secara demikian oleh negara lain. Sehingga
pengakuan hanyalah bersifat pernyataan dari pihak negara-negara lain.
Ø Melihat
pengertian teori deklaratoir diatas maka Negara Indonesia telah ada atau lahir
sejak dideklarasikan proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
maka sejak itu Indonesia secara otomatis telah menjadi anggota masyarakat
internasional tanpa mempermasalahkan pengakuan dari negara lain. Sehingga ada
tidaknya pengakuan dari negara lain atau dari Belanda saat KMB mengenai RIS
tidak menjadi masalah, karena Indonesia telah lahir tanggal 17 Agustus 1945
setelah menyatakan kemerdekaannya.
b. Teori Konstitutif,
walaupun semua unsur negara telah dimiliki oleh suatu masyarakat politik,
tetapi tidak secara langsung dapat diterima sebagai negara ditengah masyarakat
internasional, karena harus ada pernyataan dari negara lain. Artinya negara
tidak dianggap ada atau lahir sebelum adanya pengakuan dari negara lain kepada
negara tersebut.
Ø Dengan
demikian Indonesia baru dianggap ada atau lahir setelah adanya pengakuan dari
Belanda. Tepatnya saat KMB dilangsungkan di s’Gravenhage tanggal 2 November 1949
antara RI, BFO, dan Belanda yang dihadiri oleh sebuah komisi PBB untuk Indonesia. Dalam konverensi tersebut
RIS diakui lahir dan Belanda mengakui bahwa negara RIS adalah negara yang berdaulat
berdasarkan pengakuan negara lain. Sehingga
Indonesia dianggap belum lahir meskipun
sudah memproklamasikan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Mereka baru
mengakui keberadaan negara Indonesia setelah ada pengakuan dari negara lain.
c.
Teori
Jalan Tengah, untuk disebut
sebagai negara cukup dengan unsur yang ada, tetapi untuk melakukan hak dan
kewajiban hukum internasional harus mendapatkan pengakuan dari negara lain.
Ø Dari
teori jalan tengah berarti Indonesia telah berdiri secara sah sebagai negara mulai
dari kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Namun untuk dapat melaksanakan
hak dan kewajiban hukum internasional baru dimulai sejak adanya Konverensi Meja
Bundar sehingga Belanda mau mengakui RIS tanggal 2 November 1949.
2. Berdasarkan
konsep sistem hukum, bagaimanakah hubungan hukum internasional dan hukum
nasional pada kasus munculnya RIS yang dicapai melalui Perjanjian Internasional
KMB. Buatlah analisis!
Jawab
:
Berdasarkan
konsep sistem hukum, hubungan hukum internasional dan hukum nasional pada kasus
munculnya RIS didasarkan pada teori :
a.
Monoisme, antara
hukum internasional dengan hukum nasional merupakan satu kesatuan sistem hukum
yang tak terpisahkan secara bulat dan utuh.
Ø Pendapat
kaum monisme bertitik tolak dari konsep hukum kekuasaan atau perintah, baik
hukum internasional maupun hukum nasional tidak ada persoalan. Alasan lain
adalah antara hukum internasional dengan hukum nasional mempunyai subyek dan
sumber hukum yang sama, yaitu individu dan kemauan negara (state-will).
Pendapat kaum ini dipengaruhi oleh konsep hukum (natural law) yang hanya
mengakui “individu” sebagai subyek hukum. Maka dengan munculnya RIS itulah
hukum internasional mulai mengakui Indonesia. Dalam isi KMB disebutkan
penyerahan kedaulatan kepada RIS. Berarti hubungan hukum internasional dengan
hukum nasional ada sejak adanya perjanjian KMB yang melahirkan RIS. Artinya
bahwa Indonesia mulai patuh dan menganut hukum internasional yang sesuai dengan
hukum nasional kita sendiri, karena dikuatkan dengan adanya suatu pengakuan atas
Belanda terhadap RIS. Sehingga ada hubungan yang sinkron antara hukum
internasional dengan hukum nasional.
b. Dualisme, kaum dualisme menganggap hukum
internasional dengan hukum nasional merupakan dua perangkat hukum yang berbeda.
Perbedaannya terletak pada subyek dan sumber hukum, termasuk berbeda dalam
konsep.
Ø Hukum
internasional adalah sistem hukum yang mengatur hubungan negara-negara
berdaulat, sedangkan hukum nasional adalah perangkat hukum yang mengatur hubungan
individu. Maka munculnya RIS yang menganut hukum internasional berdasarkan
pengakuan dalam KMB sebenarnya adalah perwujudan nyata sebagai pengakuan
negara. Karena sebelum RIS, Indonesia sudah memiliki hukum nasional berdasarkan
pada UUD 1945 yang mulai ada sejak Indonesia merdeka.
3.
Apabila dikaitkan dengan terjadinya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka menunjukkan bahwa Presiden RI menurut UUDS
yang mempergunakan Sistem Pemerintahan PARLEMENTER dimana Presiden hanya
berkedudukan sebagai Kepala Negara, telah melakukan “kudeta” dan menempatkan
dirinya sebagai Presiden yang disamping sebagai Kepala Negara juga sebagai
Kepala Pemerintahan. Berdasarkan doktrin yang berlaku dalam Teori Pengakuan
Pemerintahan Baru, buatlah analisis saudara terhadap kejadian tersebut!
Jawab :
Berdasarkan
doktrin dalam teori pengakuan pemerintahan baru mengenai kesewenang-wenangan
Presiden RI yang dikaitkan dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah :
a. Doktrin Legitimasi, pergantian pemerintah secara normal
dan konstitusional, maka pemerintahan baru berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959 tidak memerlukan pengakuan menurut hukum Internasional, karena sudah sah (
legitimate) sehingga pengakuan dari negara lain tidak diharuskan. Yang menjadi
masalah adalah pada waktu itu Indonesia menganut sistem pemerintahan PARLEMENTER,
dimana Presiden hanya berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai Kepala
Pemerintahan. Sehingga munculnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan akibat
dari sistem pemerintahan yang masih semu terutama karena sering bergantinya
konstitusi yang dianut.
b.
Doktrin De
Facto Isme, ukuran pengakuan bukan berdasarkan pada asal usul yang
sah (legitimate) dari pemerintah baru, tapi ukurannya adalah kekuasaan DE FACTO
pemerintahan revolusioner. Dalam hal ini mengarah pada keefektifan pemerintahan
baru yang muncul setelah adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, meskipun kudeta
yang dilakukan Presiden pada waktu itu bertentangan dengan sistem parlementer
yang dianut namun apabila kudeta yang dilakukan tidak mendapat penolakan dari
golongan besar penduduk maka kudeta tersebut tidak menjadi masalah dengan
anggapan telah disetujui oleh penduduk.
4.
Cari dan lacak isi KMB yang lain
selain yang disebutkan diatas, beri komentar dan analisis terhadapnya!
Jawab
:
Hasil dari
Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah :
a.
Belanda mengakui kedaulatan RIS selambat-lambatnya 30 Desember
1949
b.
Corak pemerintahan RIS diatur menurut konstitusi yang
dibuat oleh delegasi RI dan BFO selama KMB
c.
RIS dan BELANDA akan membentuk UNI yang diketuai oleh
ratu Belanda Wihelmina, UNI itu berupa konsultasi bersama untuk membicarakan
kepentingan umum kedua negara
d.
Pasukan Belanda akan di pulangkan dan KNIL akan di
bubarkan,bekas anggota KNIL diperbolehkan menjadi anggota APRIS
e.
Penyelesaian masalah Irian Barat akan ditunda selama
setahun
Isi
KMB yang lain adalah :
a.
Serahterima kedaulatan dari pemerintah
kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat
b.
Dibentuknya sebuah persekutuan
Belanda-Indonesia, dengan Ratu Belanda sebagai kepala negara
c.
Pengambil alihan hutang Hindia Belanda
oleh Republik Indonesia Serikat
§
Analisis hasil KMB, menurut saya, seharusnya
KMB adalah perjanjian dan kerjasama yang saling menguntungkan atau timbal balik
antara Indonesia dan Belanda. Namun ada beberapa isi KMB yang hanya
menguntungkan pihak Belanda, antara lain :
a.
Belanda tidak mau menyerahkan Irian
Barat kepada Indonesia dengan alasan berbeda etnis. Alasan tersebut saya kira
tidak masuk akal karena pada dasarnya Indonesia memang terdiri dari berbagai
ras, suku, etnis, bahasa sampai budaya. Alasan yang mungkin terjadi adalah
Belanda tidak mau meninggalkan dan memberikan pengakuan kedaulatan sepenuhnya
kepada Indonesia.
b.
Dibentuknya sebuah persekutuan
Belanda-Indonesia, dengan Ratu Belanda sebagai kepala negara. Isi KMB ini juga
merugikan Indonesia, mengapa harus mengakui Ratu Belanda sebagai Kepala Negara.
Sangat disayangkan Indonesia menerima semua isi KMB tersebut demi mendapat
sebuah pengakuan saja.
c.
Pengambil alihan hutang Hindia Belanda
oleh Republik Indonesia Serikat. Isi KMB
ini sangat merugikan Indonesia. Dimana Indonesia harus menanggung semua hutang
Belanda kepada Amerika. Yang sangat saya sayangkan adalah isi
KMB ini jarang bahkan tidak pernah disampaikan kepada siswa saat belajar
sejarah Indonesia. Bukankah ini pembodohan sejarah? Dalam setiap buku sejarah
di sekolah-sekolah isi KMB yang satu ini tidak pernah dicantumkan. Sehingga
generasi sekarang tidak tahu bahwasanya Indonesia harus menanggung hutang luar
negeri Belanda ditambah hutang negara Indonesia sendiri kepada negara
lain. Bisa dikatakan setiap penduduk Indonesia
harus menanggung hutang negara dengan alasan Indonesia ingin menyempurnakan kedaulatan
atau kemerdekaan Indonesia sebagai jalan untuk pembangunan dalam negeri dan
menjelaskan dasar negara serta ideologi Indonesia yang bebas aktif.
SUMBER :
Langganan:
Postingan (Atom)