AKTA PERDAMAIAN DALAM GUGATAN PERDATA
Dalam sidang perkara perdata,
sebelum dilaksanakannya pemeriksaan pokok gugatan oleh majelis hakim, pertama-tama hakim
wajib mendamaikan para pihak yang berperkara. Menurut pasal 130 HIR
(Herziene Indonesisch Reglement), jika pada hari sidang yang telah
ditentukan kedua belah pihak hadir, pengadilan negeri dengan pertolongan ketua
mencoba mendamaikan mereka. Jika perdamaian tercapai maka perdamaian itu dibuat
dalam sebuah akta (surat), dimana kedua belah pihak dihukum untuk menaati
perjanjian yang dibuat. Akta tersebut berkekuatan hukum sama seperti putusan
pengadilan biasa.
Menurut Yahya Harahap, dalam
prakteknya upaya hakim untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa itu lebih
merupakan suatu upaya formalitas belaka. Pasal 130 dan 131 HIR dalam
pelaksanaannya belum cukup efektif meningkatkan jumlah perdamaian dalam
sengketa dan mengurangi tumpukan perkara di Mahkamah Agung. Kurang efektifnya
pasal-pasal tersebut dalam menciptakan perdamaian, merupakan motivasi dibentuknya
regulasi teknis yang lebih memaksa (imperatif). Dengan motivasi itu,
kemudian Mahakamah Agung (MA) membentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor
2 Tahun 2003 yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari pasal 130 dan 131
HIR, yang secara tegas mengintegrasikan proses mediasi kedalam proses
beracara di pengadilan. Sifat memaksa PERMA tersebut, tercermin dalam pasal 12
ayat (2), dimana dijelaskan bahwa pengadilan baru diperbolehkan memeriksa
perkara melalui hukum acara perdata biasa apabila proses mediasi gagal
menghasilkan kesepakatan.
Menurut PERMA, MEDIASI merupakan proses penyelesaian
sengketa di pengadilan yang dilakukan melalui perundingan diantara pihak-pihak
yang berperkara. Perundingan itu dibantu oleh mediator yang berkedudukan
dan berfungsi sebagai pihak ketiga yang netral. Mediator berfungsi membantu
para pihak dalam mencari berbagai alternatif penyelesaian sengketa yang
sebaik-baiknya dan saling menguntungkan. Mediator yang mendamaikan itu dapat
berasal dari mediator pengadilan maupun mediator luar pengadilan.
Dari manapun asalnya, mediator harus memenuhi syarat memiliki sertifikat
mediator.
Menurut pasal 13 PERMA, jika mediasi gagal, maka terhadap
segala sesuatu yang terjadi selama proses mediasi tersebut tidak dapat
dijadikan sebagai alat bukti. Selain semua dokumen wajib dimusnahkan, mediator
juga dilarang menjadi saksi atas perkara tersebut – pihak yang tidak cakap
menjadi saksi. Pernyataan maupun pengakuan yang timbul dalam proses mediasi,
tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti persidangan perkara yang bersangkutan
maupun perkara lain. Penggunaannya dalam persidangan menjadi tidak sah dan
tidak memiliki kekuatan bukti.
Kekuatan
Hukum Akta Perdamaian
- Disamakan kekuatannya dengan Putusan Yang Berkekuatan Hukum Tetap
Menurut pasal 130 ayat (2) HIR, akta perdamaian memiliki
kekuatan sama seperti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap – dan
terhadapnya tidak dapat diajukan banding maupun kasasi.
- Mempunyai Kekuatan Eksekutorial
Karena telah berkekuatan hukum tetap, akta perdamaian
tersebut langsung memiliki kekuatan eksekutorial. Jika putusan tersebut tidak
dilaksanakan, maka dapat dimintakan eksekusi kepada pengadilan.
- Putusan Akta Perdamaian Tidak Dapat Dibanding
Karena berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi, maka
terhadap akta perdamaian tidak dapat diajukan banding maupun kasasi.
Pihak-Pihak
Penggugat/para penggugat/pemohon
(bisa orang atau badan hukum). Tergugat/para tergugat/turut
tergugat/termohon (bisa orang atau badan hukum). Para pihak bisa diwakili oleh kuasa
hukum (advokat) dengan surat kuasa khusus.
Tata
Urut Sidang Perdata :
- Upaya perdamaian atau mediasi
- Pembacaan surat gugatan
- Jawaban
tergugat, bisa terdiri dari:
~ Eksepsi
~ Pokok perkara
~ Rekonpensi - Replik penggugat
- Duplik tergugat
- Pembuktian
- Kesimpulan
- Musyawarah Majelis Hakim
- Pembacaan putusan
- Upaya Perdamaian
Salah satu asas hukum acara perdata : hakim wajib
mengupayakan perdamaian bagi para pihak. Dilakukan pada sidang pertama
sebelum masuk pemeriksaan pokok perkara, dan dalam setiap sidang sebelum pembacaan putusan.
Upaya perdamaian para pihak prinsipal harus hadir (perkara
perceraian). Majelis hakim memberi kesempatan untuk musyawarah para pihak
(sidang ditunda). Majelis hakim memerintahkan kepada para pihak melakukan mediasi.
MEDIASI
Perma no . 2 tahun 2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan,. Pasal 2 Ayat 1 Perma 02/2003
“Semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator”. Majelis hakim menunjuk mediator (bisa hakim mediator atau mediator dari luar, atau para pihak menunjuk sendiri mediator yang disepakati). Waktu, tempat, dan tatacara mediasi disepakati oleh para pihak dengan mediator. Waktunya 40 hari.
Perma no . 2 tahun 2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan,. Pasal 2 Ayat 1 Perma 02/2003
“Semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator”. Majelis hakim menunjuk mediator (bisa hakim mediator atau mediator dari luar, atau para pihak menunjuk sendiri mediator yang disepakati). Waktu, tempat, dan tatacara mediasi disepakati oleh para pihak dengan mediator. Waktunya 40 hari.
Hasil
mediasi dilaporkan kepada majelis hakim. Jika berhasil, dibuat akta perdamaian dan perkara diputus berdasarkan akta
tersebut. Jika mediasi tidak berhasil, pemeriksaan perkara
dilanjutkan.
Kemungkinan Para Pihak Tidak Hadir
- Jika sidang pertama penggugat/kuasanya tidak hadir, dipanggil sekali lagi. Sidang ke2 tidak hadir lagi, perkara diputus GUGUR, penggugat dihukum membayar biaya perkara.(penggugat dianggap tidak sungguh-sungguh). Penggugat dapat mengajukan lagi dari awal.
- Jika sidang pertama tergugat/kuasanya tidak hadir, dipanggil sekali lagi. Sidang ke2 tidak hadir lagi, pemeriksaan perkara dilanjutkan dan diputus VERSTEK. Penggugat menang, karena tergugat dianggap telah menerima resiko dengan tidak hadir. Atas putusan verstek tersebut, tergugat bisa melakukan upaya hukum verzet (perlawanan) dalam tempo 14 hari setelah putusan diberitahukan. Jika verzet dikabulkan, maka pemeriksaan perkara berlanjut seperti biasa.
PERUBAHAN GUGATAN
Surat gugatan/permohonan yang sudah didaftarkan dapat dilakukan perubahan/ralat, dengan syarat :1). Sebelum tergugat/termohon mengajukan jawaban
Surat gugatan/permohonan yang sudah didaftarkan dapat dilakukan perubahan/ralat, dengan syarat :1). Sebelum tergugat/termohon mengajukan jawaban
2). Jika sudah memberikan
jawabannya, maka untuk melakukan ralat/perubahan harus mendapatkan persetujuan
tergugat/termohon (Rv. Ps. 271). Penggugat berhak mengubah atau mengurangi
tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah
pokok gugatannya (Rv. Ps. 127). Perubahan surat gugatan dibolehkan asal tidak
mengakibatkan perubahan posita, dan tergugat tidak dirugikan haknya (Yurisprudensi
MA RI No. 1043/K/Sip/1971). Biasanya tergugat pasti tidak
setuju. Karena ia harus mencari titik lemah penggugat, utk bisa mengajukan
eksepsi gugatan kabur (obscuur libel). Jika terdapat kesalahan ketik yang
tidak prinsip cukup di renvoi, dicoret masih terbaca, kemudian ditulis tangan
yang benar, dan diparaf.
PEMBACAAN
GUGATAN
Jika upaya
perdamaian/mediasi tidak berhasil, hakim membacakan gugatan (sebelumnya ditanyakan, apakah ada perubahan
atau ralat). Biasanya cukup dianggap telah dibaca, karena gugatan sudah
diterima oleh tergugat bersama relas panggilan sidang.
Catatan : dimungkinkan GUGATAN LISAN. Menurut pasal 190 HIR/144 RBG (1) gugatan lisan ditujukan KEPADA KETUA PENGADILAN, KETUA PENGADILAN /HAKIM MENCATAT, GUGATAN DIBACAKAN KEPADA PENGGUGAT, SURAT GUGATAN DITANDA TANGANI KETUA PENGADILAN/HAKIM. Gugatan yang diajukan oleh orang buta huruf secara tertulis yang dibubuhi cap jempol penggugat tidak dapat diterima (Yurisprudensi No. 1077/K/K/Sip/1972).
Syarat-Syarat Gugatan
Tuntutan hak, dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan (untuk jenis perkara kontensius) atau permohonan (untuk jenis perkara voluntair). Di PA ada perkara semi kontensius/voluntair, yaitu perkara ijin poligami dan permohonan ikrar talak.
Syarat-syarat gugatan :
Catatan : dimungkinkan GUGATAN LISAN. Menurut pasal 190 HIR/144 RBG (1) gugatan lisan ditujukan KEPADA KETUA PENGADILAN, KETUA PENGADILAN /HAKIM MENCATAT, GUGATAN DIBACAKAN KEPADA PENGGUGAT, SURAT GUGATAN DITANDA TANGANI KETUA PENGADILAN/HAKIM. Gugatan yang diajukan oleh orang buta huruf secara tertulis yang dibubuhi cap jempol penggugat tidak dapat diterima (Yurisprudensi No. 1077/K/K/Sip/1972).
Syarat-Syarat Gugatan
Tuntutan hak, dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan (untuk jenis perkara kontensius) atau permohonan (untuk jenis perkara voluntair). Di PA ada perkara semi kontensius/voluntair, yaitu perkara ijin poligami dan permohonan ikrar talak.
Syarat-syarat gugatan :
- Adanya tuntutan hak
- Adanya kepentingan hukum
- Adanya sengketa
- Dibuat dengan cermat dan terang
- Diajukan oleh orang yang berkepentingan/berhak
- Adapun Unsur-Unsur Gugatan Adalah:
o
Identitas para pihak
o
Posita
o
Petitum
Yang
Dimaksud Identitas Para Pihak
Identitas
para pihak, memuat nama, umur, tempat kediaman, kedudukan dalam perkara (Ps. 67
UU-7/1989). Dalam hal identitas perlu ditambahkan agama, pekerjaan, dan
pendidikan (khusus untuk perkara perceraian). Nama para pihak agar dilengkapi
dengan nama ayahnya (bin, binti). Kedudukan misalnya sebagai penggugat,
tergugat, turut tergugat, pemohon atau termohon.
Tempat kediaman harus lengkap RT, RW, Kelurahan/desa, kecamatan, dan Kabupaten/kota.
Tempat kediaman harus lengkap RT, RW, Kelurahan/desa, kecamatan, dan Kabupaten/kota.
Posita
Adalah dalil-dalil kongkrit tentang
peristiwa, kejadian atau perilaku tentang adanya hubungan hukum yang merupakan
dasar atau alasan-alasan tuntutan. Posita ada dua bagian, bagian yang
menguraikan tentang keadaan, kejadian, peristiwa atau perilaku, disertai tempat
(locus) dan waktu (tempous). Dan bagian yang menguraikan tentang hukum yang
menjadi dasar yuridis dari tuntutan (bagian ini tidak wajib ada). Posita harus dibuat secara
kronologis, bahasa yang tegas, dan harus memposisikan penggugat sebagai pihak
yang benar.
Petitum
Adalah apa yang oleh
penggugat/pemohon diminta atau diharapkan agar diputuskan oleh hakim. Petitum
tidak boleh hanya bersifat kompositur (hanya memohon keadilan saja), melainkan
harus terperinci dan tegas. Bentuk-bentuk petitum yang diperbolehkan :
- Primer saja secara lengkap/terinci
- Primer secara terperinci dan subsidair secra terperinci
- Primer secara terperinci dan subsidair hanya berbentuk compositur (ini yang biasa dilakukan.
Petitum
hendaknya didukung dan relevan dengan positanya. Dalam perkara kewarisan,
petitum hendaknya merujuk, relevan atau sesuai dengan urutan dan rumusan yang
disebut di dalam Pasal 49 UU-7/1989, yaitu :
- Menetapkan/menyatakan siapa-siapa yang menjadi ahli waris
- Menetapkan/menyatakan apa saja yang menjadi harta peninggalan pewaris
- Menetapkan/menyatakan bagian masing-masing ahli waris
- Menghukum … untuk melaksanakan pembagian tersebut
- Menghukum … untuk menyerahkan bagian masing-masing ahli waris.
CACAT PADA GUGATAN
Beberapa cacat pada gugatan yang menyebabkan tidak diterima atau ditolak, ada kalanya :
Beberapa cacat pada gugatan yang menyebabkan tidak diterima atau ditolak, ada kalanya :
- Error in Persona (cacat formil)
Error In Persona, Diskualifikasi in persona, yaitu
penggugat bukan orang yang berkepentingan, bukan orang yang
berhak. Gemis aan voodaning heid, yaitu tergugat bukan orang yang
berkepentingan untuk digugat. Apabila ada pihak lain yang berkepentingan dalam perkara
tersebut tetapi tidak ditarik sebagai pihak dalam perkara.
Apabila gugatan ditandatangani oleh kuasa hukum tetapi tidak disertai dengan surat kuasa khusus. Terjadi aan hanging, yaitu pengajuan perkara yang tergantung dengan perkara yang diajukan terlebih dahulu yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila gugatan prematur.
Apabila gugatan ditandatangani oleh kuasa hukum tetapi tidak disertai dengan surat kuasa khusus. Terjadi aan hanging, yaitu pengajuan perkara yang tergantung dengan perkara yang diajukan terlebih dahulu yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila gugatan prematur.
- Ne bis in idem (berulang)
Perkara yang diajukan sudah pernah
diputus. Putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Para pihak (subyek dan obyek) antara
dua perkara itu sama.
Menurut pasal 1917 KUH Perdata, gugatan (tuntutan) yang diajukan dengan dalil (dasar hukum) yang sama dan diajukan oleh dan terhadap pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula dengan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, maka dalam gugatan tersebut melekat unsur ne bis in idem atau res judicata, yang oleh karenanya gugatan itu harus dinyatakan tidak dapat diterima (lihat : M. Yahya Harahap, SH, Hukum Acara Perdata, hal. 439-448).
Menurut pasal 1917 KUH Perdata, gugatan (tuntutan) yang diajukan dengan dalil (dasar hukum) yang sama dan diajukan oleh dan terhadap pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula dengan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, maka dalam gugatan tersebut melekat unsur ne bis in idem atau res judicata, yang oleh karenanya gugatan itu harus dinyatakan tidak dapat diterima (lihat : M. Yahya Harahap, SH, Hukum Acara Perdata, hal. 439-448).
- Obscuur Libel (kabur, tidak jelas)
Posita tidak jelas, hanya bersifat
umum saja, tidak menyebut tempous dan locus. Antara posita dengan petitum
bertentangan, tidak relevan, tidak ada hubungan. Petitum tidak jelas, tidak terinci. Obyek gugatan tidak jelas, misalnya
batas-batas tanah, alamat, luas. Jika batas-batas dan luas tanah tidak sesuai,
tidak termasuk obscuur libel.
Menurut Yurisprudensi putusan MA No. 492K/Sip/1970 dan putusan MA No. 582K/Sip/1973, bentuk-bentuk petitum yang tidak jelas yaitu antara lain, petitum tidak rinci dan atau kontradiksi antara posita dengan petitum, mengakibatkan gugatan tidak jelas dan memberi kesempatan kepada tergugat untuk mengajukan eksepsi obscuur libel. (lihat : M. Yahya Harahap, SH, Hukum Acara Perdata, hal. 451-453).
Menurut Yurisprudensi putusan MA No. 492K/Sip/1970 dan putusan MA No. 582K/Sip/1973, bentuk-bentuk petitum yang tidak jelas yaitu antara lain, petitum tidak rinci dan atau kontradiksi antara posita dengan petitum, mengakibatkan gugatan tidak jelas dan memberi kesempatan kepada tergugat untuk mengajukan eksepsi obscuur libel. (lihat : M. Yahya Harahap, SH, Hukum Acara Perdata, hal. 451-453).
TEKNIK PENYUSUNAN GUGATAN
Selain syarat-syarat tersebut di atas, surat gugatan juga harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :
Selain syarat-syarat tersebut di atas, surat gugatan juga harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :
- Menggunakan kertas folio HVS, tidak kertas doorslag atau buram
- Memuat tempat kedudukan, tanggal, perihal, dan alamat pengadilan yang dituju. Misalnya; Kepada Yth. Ketua Pengadilan Agama Semarang
- Diketik jelas dengan format 1,5 spasi, tidak bolak-balik
- Ditandatangani oleh penggugat/kuasa hukumnya, atau oleh hakim yang mencatatnya jika penggugat buta huruf
- Tidak perlu dibubuhi materai
- Jika surat gugatan ditandatangani oleh kuasa hukum, harus disertai surat kuasa khusus.
PENGAJUAN GUGATAN
Surat
gugatan diajukan langsung ke pengadilan yang dituju, sesuai dengan kewenangan
absolut dan relatif. Tidak ada keharusan lewat instansi lain, seperti kepala
desa/lurah atau KUA.
Surat-surat yang berkaitan dengan gugatan/permohonan, seperti kutipan Akta Nikah, KTP, atau keterangan domisili, pada prinsipnya diserahkan pada acara/tahap pembuktian. Tetapi bisa juga diserahkan bareng dengan surat gugatan. Surat-surat yang bukan asli harus dilegalisir oleh Panitera Pengadilan dan harus dimateraikan (nazegelen) di kantor pos, termasuk surat-surat bukti asli yang belum bermaterai cukup. Pendaftaran perkara harus dengan membayar panjar biaya perkara sesuai dengan taksiran, kecuali bagi orang miskin yang tidak mampu. Hal ini sesuai dengan asas hukum acara Perdata hakim bersifat menunggu dan pasif.
Surat-surat yang berkaitan dengan gugatan/permohonan, seperti kutipan Akta Nikah, KTP, atau keterangan domisili, pada prinsipnya diserahkan pada acara/tahap pembuktian. Tetapi bisa juga diserahkan bareng dengan surat gugatan. Surat-surat yang bukan asli harus dilegalisir oleh Panitera Pengadilan dan harus dimateraikan (nazegelen) di kantor pos, termasuk surat-surat bukti asli yang belum bermaterai cukup. Pendaftaran perkara harus dengan membayar panjar biaya perkara sesuai dengan taksiran, kecuali bagi orang miskin yang tidak mampu. Hal ini sesuai dengan asas hukum acara Perdata hakim bersifat menunggu dan pasif.
Berperkara Secara Cuma-Cuma
Cara
berperkara dengan beaya Cuma-Cuma (prodeo) adalah sebagai berikut :
- Penggugat/pemohon mengajukan permohonan dilampiri surat keterangan miskin dari Kepala Desa/Lurah dan diketahui Camat
- Pengadilan menyelenggarakan sidang insidentil untuk memutus sela diterima atau ditolak
- Tergugat dapat mengajukan perlawanan (HIR Ps. 237 dan 239).
JAWABAN
Jawaban adalah tanggapan tergugat atas surat gugatan penggugat.
Dalam surat jawaban tergugat bisa mengajukan 3 hal sebagai berikut :
Jawaban adalah tanggapan tergugat atas surat gugatan penggugat.
Dalam surat jawaban tergugat bisa mengajukan 3 hal sebagai berikut :
- Eksepsi,
- Pokok perkara,
- Rekonpensi.
Eksepsi, adalah tangkisan dari tergugat
bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Eksepsi adakalanya
yang menyangkut kewenangan relatif dan adakalanya yang menyangkut kewenangan absolut.
Pengajuan eksepsi diatur sebagai
berikut
:
- Eksepsi
relatif harus diajukan pada jawaban pertama bersama-sama dengan jawaban atas
pokok perkara (Ps. 133 HIR). Sedangkan eksepsi absolut dapat diajukan setiap
waktu selama pemeriksaan perkara berlangsung.
- Eksepsi prosesuil/relatif diperiksa
sebelum memeriksa pokok perkara. Sedangkan eksepsi materiil/absolut diperiksa
dan diputus bersama-sama dengan putusan pokok perkara.
Jika eksepsi relatif/absolut dikabulkan, maka sifatnya adalah putusan akhir. Sedangkan jika ditolak, maka sifatnya adalah putusan sela dalam bentuk penetapan yang dapat dibanding bersama-sama dengan putusan akhir.
Jika eksepsi relatif/absolut dikabulkan, maka sifatnya adalah putusan akhir. Sedangkan jika ditolak, maka sifatnya adalah putusan sela dalam bentuk penetapan yang dapat dibanding bersama-sama dengan putusan akhir.
Redaksi putusannya berbunyi :
- Menolak eksepsi tergugat/termohon
- Memerintahkan para pihak untuk melanjutkan perkaranya
- Menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir
- Jawaban pokok perkara
- Jawaban tergugat/termohon dalam pokok perkara harus mengacu pada posita atau dalil-dalil yang dikemukakan penggugat/pemohon dalam surat gugatannya
- Jawaban hendaknya diberikan secara detail, jangan global, jelas, kronologis/urut, sistematis dan relevan. Misalnya menjawab tidak benar, maka harus disertai fakta yang benar.
Pokok persoalan atau dalil-dalil penggugat/pemohon
dijawab terlebih dahulu, dan jika ada keterangan tambahan diuraikan pada bagian
tersendiri.
Rekonpensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan atau sering disebut dengan gugat balik. Gugatan rekonpensi yang dibenarkan adalah : Bila pengadilan yang memeriksa gugatan rekonpensi berwenang mengadili materi rekonpensi. Diajukan selama masih dalam tabap jawab jinawab, sebelum masuk pembuktian. Rekonpensi tidak boleh ada dalam memori banding. Sebutan para pihak dalam rekonpensi : Di dalam konpensi, para pihak cukup disebut dengan penggugat, tergugat, pemohon atau termohon. Tidak perlu disebut penggugat konpensi dst. Di dalam rekonpensi, para pihak disebut sebagai penggugat rekonpensi (semula tergugat), tergugat/turut tergugat rekonpensi (semula penggugat). Dalam perkara permohonan ijin ikrar talak, jika ada rekonpensi tetap disebut gugatan rekonpensi, bukan permohonan rekonpensi.
INTERVENSI
Pihak ketiga yang hak terganggu dengan proses peradilan dapat melakukan intervensi. Bentuk-bentuknya dapat berupa :
- TUSENKOMS ( MENENGAHI )
Pihak ketiga berdiri sendiri
Kepentingan mencegah timbulnya kerugian
Melawan pihak tergugat dan penggugat
Memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang berperkara - VOEGING ( MENYERTAI )
Pihak ketiga memihak salah satu pihak.
Adanya kepentingan hukum untuk melindungi dirinya dengan jalan membela satu pihak.
Memasukkan tuntutan terhadap pihak berperkara - VRJWARING
Pihak berperkara menarik pihak ketiga.
Penarikan untuk meinta tanggungjawab.
Misalnya : ( “P” digugat karena barang yang dibeli cacat padahal “T” membeli barang itu dari pihak ketiga).
Catatan : intervensi didaftarkan dalam proses perkara berjalan, dikabulkan atau ditolak dengan Putusan Sela.
REPLIK DAN DUPLIK
Replik adalah tanggapan penggugat/pemohon atas
jawaban tergugat/termohon. Replik harus relevan, terkait, dan mengacu pada
jawaban tergugat/termohon yang dipandang masih perlu dijelaskan (yang masih
disengketakan). Sedapat mungkin dihindarkan munculnya masalah baru. Target
replik adalah mempertahankan kebenaran dalil-dalil dalam gugatan/permohonan dan
sekaligus menanggapi hal-hal baru yang dikemukakan dalam jawaban tergugat.
Replik juga harus dibuat secara sistematis, runtut, misalnya dimulai menanggapi
eksepsi (jika ada), pokok perkara, dan baru rekonpensi (jika ada).
Duplik adalah tanggapan tergugat/termohon atas
replik penggugat/pemohon. Duplik juga harus relevan dan mengacu pada replik,
dan diusahakan tidak memunculkan hal-hal baru, selain hanya mempertahankan
dalil-dalil yang dikemukakan dalam jawaban adalah benar. Jika replik dan duplik dipandang
belum cukup, maka para pihak bisa meminta kepada hakim memberi kesempatan untuk menyampaikan
rereplik dan reduplik. Tetapi ini jarang terjadi.
Format surat jawaban, replik, dan duplik, pada prinsipnya sama dengan aturan surat gugatan/permohonan.
PEMBUKTIAN
Dari proses jawab menjawab antara para pihak, maka sudah dapat disimpulkan (sementara) dalil-dalil mana yang telah disepakati (dalil tetap), dan mana yang belum disepakati dan masih disengketakan (dalil belum tetap). Hal-hal yang masih disengketan inilah yang harus dibuktikan. Dari sini para pihak sudah mengetahui bukti-bukti apa saja yang akan diajukan untuk mendukung dalil-dalilnya, baik bukti-bukti tertulis maupun keterangan saksi-saksi.
Hakim wajib memberi kesempatan yang sama kepada para pihak untuk mengajukan alat bukti.
Alat-Alat Bukti Perdata
Format surat jawaban, replik, dan duplik, pada prinsipnya sama dengan aturan surat gugatan/permohonan.
PEMBUKTIAN
Dari proses jawab menjawab antara para pihak, maka sudah dapat disimpulkan (sementara) dalil-dalil mana yang telah disepakati (dalil tetap), dan mana yang belum disepakati dan masih disengketakan (dalil belum tetap). Hal-hal yang masih disengketan inilah yang harus dibuktikan. Dari sini para pihak sudah mengetahui bukti-bukti apa saja yang akan diajukan untuk mendukung dalil-dalilnya, baik bukti-bukti tertulis maupun keterangan saksi-saksi.
Hakim wajib memberi kesempatan yang sama kepada para pihak untuk mengajukan alat bukti.
Alat-Alat Bukti Perdata
- Surat
a.akta autentik
Sengaja dibuat sebagai alat bukti
Dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang
Ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
Bermaterai cukup
Bisa juga dibuat oleh pejabat umum
( PPAT, PPAIW, Juru sita dll. )
Kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat.
b.akta dibawah tangan
Tidak sengaja dibuat sebagai alat bukti.
Bernilai pembuktian jika diakui oleh pembuatnya.
Yang diakui baik isi maupun tanda tangannya.
Kekuatan jika diakui ; sempurna, namun jika dibantah maka dianggap sebagai permulaan.
Sengaja dibuat sebagai alat bukti
Dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang
Ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
Bermaterai cukup
Bisa juga dibuat oleh pejabat umum
( PPAT, PPAIW, Juru sita dll. )
Kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat.
b.akta dibawah tangan
Tidak sengaja dibuat sebagai alat bukti.
Bernilai pembuktian jika diakui oleh pembuatnya.
Yang diakui baik isi maupun tanda tangannya.
Kekuatan jika diakui ; sempurna, namun jika dibantah maka dianggap sebagai permulaan.
- Keterangan saksi/saksi ahli
Syarat formil
Memberi keterangan
Bukan yang dilarang
~ meliputi keluarga sedarah dan semenda
Membuat garis lurus dari pihak
~ Istri ( suami dari pihak yang sudah cerai )
~ Anak dibawah umur
~ Orang yang tidak waras
Dengan syarat materiilnya,
Keterangan yangdiberikan tentang peristiwa ynag dialami, dilihat atau didengarnya.
Keterangan yang diberikan bersumber jelas
Keterangan saksi harus bersesuaian satu dengan alat bukti yang lain.
Keterangan saksi ahli berkaitan dengan keahliannya tentang suatu disiplin ilmu.
Nilai kekuatan keterangan saksi dan saksi ahli bersifat bebas
( VRIJ BE WIJSKRACT )
Terserah Hakim Jazim Boleh Dipakai Ragu Boleh Ditinggal.
Adapun jika seorang SAKSI /SAKSI AHLI
~ Menghadap Sidang
~ Memberi Keterangan
~ Bersumpah
Memberi keterangan
Bukan yang dilarang
~ meliputi keluarga sedarah dan semenda
Membuat garis lurus dari pihak
~ Istri ( suami dari pihak yang sudah cerai )
~ Anak dibawah umur
~ Orang yang tidak waras
Dengan syarat materiilnya,
Keterangan yangdiberikan tentang peristiwa ynag dialami, dilihat atau didengarnya.
Keterangan yang diberikan bersumber jelas
Keterangan saksi harus bersesuaian satu dengan alat bukti yang lain.
Keterangan saksi ahli berkaitan dengan keahliannya tentang suatu disiplin ilmu.
Nilai kekuatan keterangan saksi dan saksi ahli bersifat bebas
( VRIJ BE WIJSKRACT )
Terserah Hakim Jazim Boleh Dipakai Ragu Boleh Ditinggal.
Adapun jika seorang SAKSI /SAKSI AHLI
~ Menghadap Sidang
~ Memberi Keterangan
~ Bersumpah
- Persangkaan
Kesimpulan Yang Ditarik Dari Suatu Peristiwa, Yg Sudah
Dikenal Dlm
Kedalam Suatu Peristiwa Yang Belum Dikenal.
Yang Menarik Kesimpulan Adalah Hakim + Undang-Undang
Persangkaan Merupakan Pembuktian Yang Tidak Langsung
Kedalam Suatu Peristiwa Yang Belum Dikenal.
Yang Menarik Kesimpulan Adalah Hakim + Undang-Undang
Persangkaan Merupakan Pembuktian Yang Tidak Langsung
- Pengakuan
Pernyataan Seseorang Tentang Dirinya Sendiri, Bersifat
Sepihak Dan Tidak Memerlukan Persetujuan Pihak Lain.
Adapun Pengakuan Ada Dua Bentuk Yaitu
a.Pengakuan Dalam Sidang
Diterapkan Dalam Persidangan
Bisa Lisan Bisa Tertulis
Dinyatakan Dng Tegas, Tidak Diam-Diam
Berupa Membenarkan Peristiwa
Dengan Mempuyai Kekuatan Nilai ;
Bukti Sempurna
Bukti Sempurna
Tidak Dapat Dicabut
Bersifat Menentukan
Berakibat Tuntutan Harus Dikabulkan
b.Pengakuan Diluar Sidang
Merupakan Bukti Tidak Langsung
Masih Harus Dibuktikan Dalam Sidang
Kekuatannya Merupakan Bebas
Namun Pengakuan Dalam Sidang Pun Dibagi Lagi Menjadi Dua Yaitu
A. Pengakuan Murni
Bersifat Sederhana, Mengakui Sepenuhnya
Tuntutan Penggugat
B. Pengakuan Tidak Murni
Berkausual Dengan Tambahan Bersifat Pembebasan
~ Berkualifikasi Dengan Tambahan Sifat Menyanggah
Adapun Pengakuan Ada Dua Bentuk Yaitu
a.Pengakuan Dalam Sidang
Diterapkan Dalam Persidangan
Bisa Lisan Bisa Tertulis
Dinyatakan Dng Tegas, Tidak Diam-Diam
Berupa Membenarkan Peristiwa
Dengan Mempuyai Kekuatan Nilai ;
Bukti Sempurna
Bukti Sempurna
Tidak Dapat Dicabut
Bersifat Menentukan
Berakibat Tuntutan Harus Dikabulkan
b.Pengakuan Diluar Sidang
Merupakan Bukti Tidak Langsung
Masih Harus Dibuktikan Dalam Sidang
Kekuatannya Merupakan Bebas
Namun Pengakuan Dalam Sidang Pun Dibagi Lagi Menjadi Dua Yaitu
A. Pengakuan Murni
Bersifat Sederhana, Mengakui Sepenuhnya
Tuntutan Penggugat
B. Pengakuan Tidak Murni
Berkausual Dengan Tambahan Bersifat Pembebasan
~ Berkualifikasi Dengan Tambahan Sifat Menyanggah
- Sumpah
Ada Tiga Bentuk
a.Decesoir
Inisiatif Ada Pada Pihak
Tidak Ada Bukti Baik Dari “T” / “P”.
Dapat Dikembalikan
Kekuatannya Bersifat Menentukan Dan Sempurna
Berakibat Pihak Lawan Dikalahkan.
b.Suplatoir
Inisiatif Ada Pada Pihak
Sudah Ada Bukti Permulaan
Tidak Dapat Dikembalikan
Kekuatannya Bersifat Menentukan
c. Asimatoir
Ex Officio Dari Hakim
Kepada Penggugat
Jumlah Ganti Rugi
Kekuatan Masih Bisa Dilawan
KESIMPULAN
Setelah Tahap Pembuktian Dinyatakan Selesai, Tahap Akhir Dari Seluruh Rangkaian Persidangan Perdata adalah para pihak diberi kesempatan untuk membuat kesimpulan akhir. Kesimpulan harus dibuat poin-poin yang sistematis, jelas, dan harus relevan dengan dalil-dalil yang pernah dikemukakan.
Membuat
kesimpulan tidak wajib, tetapi sangat penting dibuat untuk membantu hakim dalam
mengambil keputusan. Apalagi dalam perkara yang berkasnya cukup tebal, di mana
hakim terkadang malas atau kurang cermat, kesimpulan sangat menentukan kemenangan.
PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN BERDASARKAN PERMA NOMOR 01 TAHUN 2008
Jenis
Perkara Yang Dimediasi
Kecuali perkara
yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan
industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan
keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata
yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan
penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator. [Pasal 4 Perma No. 1
Tahun 2008]
Tahap
Pra Mediasi
Pada hari
sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan
para pihak untuk menempuh mediasi. Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung
kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif
dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak
sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Hakim wajib
menjelaskan prosedur mediasi sesuai Perma No. 1 Tahun 2008 ini kepada para
pihak yang bersengketa. [Pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2008]
Para pihak berhak memilih mediator di antara
pilihan-pilihan berikut:
A.
Hakim bukan pemeriksa perkara
pada pengadilan yang bersangkutan;
B.
Advokat atau akademisi hukum;
C.
Profesi bukan hukum yang
dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa;
D.
Hakim majelis pemeriksa
perkara;
E.
Gabungan antara mediator yang
disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan
d, atau gabungan butir c dan d.
d, atau gabungan butir c dan d.
Jika dalam
sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas
mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri. [Pasal 7
Perma No. 1 Tahun 2008]
Setelah para
pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu
juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna
memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan
mediator bukan hakim. Jika setelah jangka waktu maksimal yaitu 2 (dua)
hari, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka
para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua
majelis hakim. Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan
memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa
pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan
fungsi mediator. [Pasal 11 Perma No. 1 Tahun 2008]
Para pihak
wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak dapat
menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan
iktikad tidak baik. [Pasal 12 Perma No. 1 Tahun 2008]
Tahap-Tahap
Proses Mediasi
Dalam waktu
paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang
disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu
sama lain dan kepada mediator. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat
menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.
Proses mediasi
berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh
para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para
pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas)
hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari.
Jika diperlukan
dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak
jauh dengan menggunakan alat komunikasi. [Pasal 13 Perma No. 1 Tahun 2008]
Kewenangan
Mediator
Mediator
berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para
pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri
pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau
telah dua kali berturutturut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan
setelah dipanggil secara patut. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator
memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta
kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang
tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan
tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat
menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang
bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak
lengkap. [Pasal 13 Perma No. 1 Tahun 2008]
Mediator wajib
mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan
mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. [Pasal 14
Perma No. 1 Tahun 2008]
Jika mediasi
menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib
merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh
para pihak dan mediator. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh
kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas
kesepakatan yang dicapai.
Sebelum para
pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan
perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum
atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik. Para
pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan
untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.
Para pihak
dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam
bentuk akta perdamaian. Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan
perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus
memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara
telah selesai. [Pasal 17 Perma No. 1 Tahun 2008]
Tugas-Tugas Mediator:
a. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada
para pihak untuk dibahas dan disepakati
b. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan
dalam proses mediasi
c. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus
d. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali
kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi
para pihak. [Pasal 15 Perma No. 1 Tahun 2008]
Jika setelah
batas waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja, para pihak tidak mampu
menghasilkan kesepakatan atau karena sebab-sebab yang terkandung dalam Pasal 15
Perma No. 1 Tahun 2008, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses
mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim. Segera setelah
menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai
ketentuan hukum acara yang berlaku.
Pada tiap
tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk
mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan. Upaya
perdamaian sebagaimana dimaksud diatas, berlangsung paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada
hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan. [Pasal 18 Perma No. 1 Tahun 2008]
Tempat
Penyelenggaraan Mediasi
Mediasi dapat
diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama atau ditempat
lain yang disepakati oleh para pihak. Mediator hakim tidak boleh
menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan. Penyelenggaraan mediasi di salah
satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikenakan biaya. [Pasal 20 Perma No.
1 Tahun 2008]
Para pihak
dengan bantuan mediator besertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di
luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan kesepakatan
perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian
dengan cara mengajukan gugatan. Pengajuan gugatannya harus disertai atau
dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang membuktikan
ada hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa.
Hakim dihadapan
para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta
perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a.
sesuai kehendak para pihak
b.
tidak bertentangan dengan hukum
c.
tidak merugikan pihak ketiga
d.
dapat dieksekusi
e.
dengan iktikad baik. [Pasal 23
Perma No. 1 Tahun 2008]
Perdamaian
Di Tingkat Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali
Para pihak,
atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara
yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap
perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan
kembali sepanjang perkara itu belum diputus. [Pasal 23 Perma No. 1 Tahun 2008]
CONTOH SURAT PERJANJIAN PERDAMAIAN TENTANG PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
PERJANJIAN
PERDAMAIAN
TENTANG
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
TENTANG
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
Yang
bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama:
Alamat:
selanjutnya disebut juga “PIHAK PERTAMA”;
Alamat:
selanjutnya disebut juga “PIHAK PERTAMA”;
2. Nama:
Alamat:
selanjutnya disebut juga “PIHAK KEDUA”;
Alamat:
selanjutnya disebut juga “PIHAK KEDUA”;
Untuk PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selanjutnya
disebut juga “PARA PIHAK”;
PARA PIHAK menerangkan terlebih dahulu sebagai
berikut:
a. bahwa pada tanggal … PIHAK PERTAMA sebagai
PENGGUGAT telah mengajukan gugatan terhadap PIHAK KEDUA sebagai TERGUGAT
mengenai pembagian harta bersama di Pengadilan Negeri …;
b. bahwa pada tanggal … PIHAK KEDUA sebagai TERGUGAT
telah mengajukan Jawaban terhadap gugatan PIHAK PERTAMA tersebut;
c. bahwa pada tanggal … kedua belah pihak telah
bersepakat untuk menyelesaikan perkara yang timbul berdasarkan gugatan tersebut
dalam bentuk perdamaian;
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, kedua belah pihak telah bersepakat untuk dan dengan ini mengadakan
perjanjian perdamaian mengenai pembagian harta bersama dengan
ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
Pasal 1
Kedua belah pihak telah bersepakat bahwa harta bersama
di antara kedua belah pihak adalah sebagai berikut:
a. Sebidang tanah …, selanjutnya disebut juga
“Harta A”;
b. Satu unit kendaraan bermotor roda empat …,
selanjutnya disebut juga “Harta B”;
c. …, selanjutnya disebut juga “Harta C”;
d. … , selanjutnya disebut juga “Harta D”;
e. … , selanjutnya disebut juga “Harta E”.
Pasal 2
Kedua belah pihak telah bersepakat untuk membagi harta
bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 di antara kedua belah pihak dengan
jalan menjual semua harta bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan
kemudian membagi dengan bagian yang sama besarnya di antara kedua belah pihak
uang hasil penjualan itu setelah dipotong dengan biaya pembuatan akta
peralihan, pajak-pajak yang harus dibayar untuk peralihan tersebut, dan uang
jasa yang harus dibayar kepada pihak yang ditunjuk untuk memasarkan harta
tersebut.
Pasal 3
(1) Kedua belah pihak telah bersepakat menunjuk pihak
ketiga untuk memasarkan harta bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dengan
harga jual sebagai berikut:
a. Harta A dengan harga jual serendah-serendahnya
sebesar Rp…, dan setinggi-tingginya sebesar Rp…;
b. Harta B dengan harga jual serendah-serendahnya
sebesar Rp…, dan setinggi-tingginya sebesar Rp…;
c. Harta C dengan harga jual serendah-serendahnya
sebesar Rp…, dan setinggi-tingginya sebesar Rp…;
(2) Jika di pasaran terjadi perubahan harga atas harta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harga itu dapat dilakukan penyesuaian
atas persetujuan kedua belah pihak.
Pasal 4
Selama harta bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 belum terjual kepada pihak ketiga, biaya listrik, biaya air leding, iuran
kebersihan dan keamanan, dan Pajak Bumi dan Bangunan dan biaya-biaya lain yang
timbul dari harta tersebut akan ditanggung oleh kedua belah pihak masing-masing
dengan bagian yang sama besarnya.
Pasal 5
…
Demikian perjanjian ini dibuat oleh kedua belah pihak
dengan sebenarnya dalam keadaan sadar, sehat jasmani dan rohani, serta tanpa
tekanan, paksaan, pengaruh dari apa dan siapa pun.
Jakarta, …
PIHAK PERTAMA,
PIHAK
KEDUA,
. . . . . . . . . . . . . .
. .
. . . . . . . . . . . .
SUMBER:
http://dadangsukandar.wordpress.com/2010/12/01/akta-perdamaian-dalam-gugatan-perdata/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar