BAB
V
ETIKET
DALAM PERGAULAN HIDUP
1.
Pengertian
Etiket
Istilah etiket berasal dari bahasa
Perancis : etiquette, yang pada mulanya berarti lebel, tanda pengenal, seperti
apa yang kita kenal dengan tanda cap atau pengenal yang dilekatkan pada barang,
etiket barang merupakan jaminan kualitas dari barang tersebut. Kemudian
pengertian tersebut berkembang menjadi semacam persetujuan bersama untuk
menilai sopan atau tidaknya seeorang dalam (satu jenis) pergaulan.
Dengan pengertian itu, maka dalam
pergaulan hidup sehari-hari dapat kita lihat :
a. Bahwa
etiket itu membawa semacam sikap yang mengandung didalamnya nilai sopan santun
dalam pergaulan
b. Etiket
itu semacam pakaian yang terbatas, hanya dipakai sesuai tempatnya
c.
Etiket itu banyak jenisnya, terdapat
pula dalam banyak bentuk profesi/bidang pergaulan
2. Etiket Menerima Tamu
Menerima tamu berarti
menerima hadirnya orang luar, orang lain di rumah anda. Tamu itu mungkin anda
yang undang, atau telah memberitahu kedatangannya, atau juga merupakan tamu
insidental yakni tamu yang kedatangannya tanpa perjanjian terlebih dahulu,
hanya terdorong oleh suatu keperluan.
3.
Etiket
Berbicara Dengan Orang Tua
Bercakap dengan orang tua, etiket disini
dituntut supaya berbicara dan bersikap sopan. Masih seribu satu macam lagi
persoalan-persoalan yang menyangkut segi etiket dalam etiks, tapi yang perlu
dipahami ialah pengertian-pengertian dasarnya :
a. Bahwa
etiket merupakan salah satu norma yang baik dipelajari. Tahu etiket artinya
tahu tertib sopan dalam bentuk-bentuk pergaulan dalam etiket
b. Belajar
etiket dapat diperoleh dengan jalan empiris, terjun langsung mengalami sendiri
c. Sesuatu yang melanggar kesopanan dengan
sendirinya bukanlah etiket yang baik
4.
Etiket
Makan Bersama
a. Berpakaian
sopan : berpakaian sewajar/sesopan mungkin
b. Ketentuan
pakaian : pakaian lengkap, sesuai dengan situasi dan kondisi
c. Bunyi
mulut : mengunyah makanan tanpa bersuara
d. Gerak
dan sikap : gerak dikurangi, harus bersikap tenang dan dapat menguasai diri
e. Cungkil
gigi : caranya harus sopan, jangan menghadap kepada seseorang
f. Makan
dengan tangan : makan dengan tangan secara langsung sebaiknya melihat dulu
sifat atau situasi perjamuan
g. Bangkit
bersama : bila saat makan duduk bersama semeja, meski sudah selesai terlebih
dahulu anda harus tetap duduk menunggu yang lain
BAB
VI
PENDAPAT
DAN ALIRAN DALAM ETIKA
1.
Ukuran
Baik Dan Buruk
Dalam etika, sebagai filsafat tentang
tingkah laku, antara lain dibicarakan apakah ukuran baik buruknya kelakuan
manusia. Yang dicari adalah ukuran yang bersifat umum yang berlaku bagi semua
manusia dan yang tidak berlaku bagi sebagian manusia. Terdapat dua teori dalam
ukuran baik buruknya etika :
a. Teori
deontologis
Setiap tindakan secara individual pada
dirinya terlepas dari pertimbangan akibat yang ditimbulkannya, menentukan
apakah perbuatan itu baik atau buruk. Baik buruknya suatu perbuatan ditentukan
oleh norma-norma yang berlaku terlepas dari akibatnya, untung rugi penerapan
norma dalam keadaan konkrit.
b. Teori
teleologis
Mencari ukuran baik buruk pada hedone
(Yunani : kenikmatan).
2.
Etika
Deontologis
Istilah deontologi berasal dari kata
Yunani yang berarti kewajiban (duty). Karena itu etika deontologi menekankan
kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Dengan pandangan dasar etika
deontologi diatas, ada dua hal pokok yang ditekankan Kant :
a. Tidak
ada hal didunia ini yang bisa dianggap baik tanpa kualifikasi kecuali kemauan
baik.
b. Dengan
menekankan kemauan baik, menurut Kant, tindakan yang baik adalah tindakan yang
tidak saja sesuai dengan kewajiban melainkan tindakan yang dijalankan demi
kewajiban
3.
Etika
Teleologis
Teori ini mengukur baik buruknya suatu
tindakan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan tersebut atau
berdasarkan akibat yang ditimbulkannya. Sehingga muncullah dua aliran etika
teleologis, yakni :
a. Egoisme
Dari kata ego=self, aku. Latin=egoisnus.
Menurut aliran ini yang dapat dinilai baik itu ialah sesuatu yang memberi
manfaat bagi kepentingan diri.
b. Utilitarianisme
Utilitarianisme : asal dari kata
utilitas (Lt), yang berarti useful, yang berguna, yang berfaedah. Jadi paham
ini menilai baik atau buruknya, susila atau tidak susilanya sesuatu, ditinjau
dari segi kegunaan atau faedah yang didatangkannya.
Ada dua hal yang sangat positif dari
etika utilitarianisme :
ü Rasionalitasnya.
Suatu tindakan dipilih karena akibat dari tindakan tersebut dinilai baik
ü Universalitasnya.
Akibat atau nilai lebih yang dicapai diukur dari banyaknya orang yang mendapat
manfaat dari nilai tersebut
4.
Universalisme
Universal artinya umum. Universalisme
sebagai suatu ajaran etik berarti sesuatu itu dapat dinilai baik bila dapat
memberikan kebaikan kepada orang banyak.
5.
Intuisionisme
Dari kata intuition = ilham, bisikan
kalbu. Ilham bukanlah pekerjaan otak melainkan didapat dengan cara semedi,
perenungan, atau secara tiba-tiba terlintas tanpa memeras otak.
6.
Hedonisme
Dari bahasa Grik : hedone, artinya
kesenangan, pleasure. Menurut Jeremy Bentham, prinsip ajaran ini bahwa sesuatu
itu dianggap baik, sesuai dengan kesenangan yang didatangkannya.
7.
Eudemonisme
Dari bahasa Grik : eudaemonismos, yang
berarti happy, bahagia. Menurut Aristoteles, prinsip ajaran ini menilai baik
atau tidak baiknya sesuatu berdasarkan ada tidaknya kebahagiaan yang
didatangkannya.
8.
Altruisme
Asal dari kata alteri (Lt) yang berarti
others, orang lain. Aliran ini merupakan lawan dari egois. Altruisme adalah
suatu paham yang mementingkan kepentingan orang lain.
9.
Tradisionalisme
Asal dari kata tradition, yang berarti
kebiasaan, adat istiadat. Tegasnya sesuatu yang dapat dipindahkan turun temurun
dari generasi ke generasi selanjutnya. Proses terbentuknya pola tradisi melalui
beberapa jalan :
a. Faktor
kebutuhan : misal pakaian, makanan, rumah, dll
b. Secara
kebetulan : kepercayaan tentang hari pantangan (naas)
c. Berpangkal
dari dongeng : dongeng dari bangsa Bugis-Makassar, larangan makan daging kerbau
balar (albino)
Dari segi etika, yang perlu diperhatikan
sebelum menilai adalah proses berlangsungnya tradisi itu sendiri, dibatasi oleh
waktu, situasi dan tempat atau daerah. Soal penilaian adalah soal guna, manfaat
dan faedah dari sesuatu perbuatan.
BAB
VII
ETIKA
DAN KEBAHAGIAAN MANUSIA
1.
Pengertian
Bahagia
Dalam pengertian biasa bahagia itu
disamakan dengan kesenangan. Kesenangan yang dimaksud adalah menurut ukuran
fisik, harta, atau apa saja yang tampak, yang dapat dinilai dengan uang.
2.
Pendapat
Para Filosof Tentang Bahagia
Seribu satu macam pendapat orang dalam
menafsirkan arti bahagia :
a. Celakalah
orang yang berakal karena kemajuan akalnya, bahagialah orang yang bodoh karena
kebebalannya. (Muntanabbi, filosof mistik Arab)
b. Bertambah
luas akal, bertambah luaslah hidup, bertambah datanglah bahagia bagi diri. (Hamka,
filosof Indonesia)
c. Kenapa
manusia gila memburu harta, bahagia didunia tidaklah ada, umur saja yang habis
mengejarnya. (Thomas Hardy, pujangga Inggris)
d. Sesungguhnya
kebahagiaan itu didapat dalam perjuangan yang terus menerus. (Amin Raihany,
pujangga Arab Kristen)
e. Bahagia
atau kesenangan adalah tujuan hidup manusia. (Epicurus, filosof Yunani)
f. Bahagia
itu terbagi dua, pertama, tempat timbulnya pada perasaan, yang kedua sumbernya
adalah pikiran. (Bertrand Russell, filosof Inggris)
3.
Beberapa
Teori Tentang Kesenangan
Dalam bahasa Inggris kesenangan dapat
diterjemahkan dengan kata : pleasure, contentment, happines, joy, dll.
W. Lillie pada garis besarnya membagi
dua garis besar, yaitu :
Ø Ethical
hedonism = hedonisme etik
Ø Psychological
hedonisme = hedonisme psikologi
a. Teori
etika hedonisme
Dalam pelaksanaannya Ethical Hedonisme
terdapat dua aliran :
Ø Bersifat
egois, disebut hedonisme egoistis, bertujuan untuk mendapatkan kesenangan
semaksimal mungkin
Ø Bersifat
umum, disebut hedonisme universal, aliran kesenangan yang berlaku untuk orang
banyak
b. Teori
John Stuart Mill tentang kesenangan
J.S. Mill membagi teorinya itu atas 6
disposisi :
§ Baik
dalam bidang pikir maupun kerja, terdapat konsekuensi senang dan susah.
Satu-satunya yang diinginkan adalah kesenangan
§ Dari
segi psikologis, dimanapun manusia berada, apa yang mereka kerjakan pasti
manusia selalu mendambakan kesenangan
§ Antara
kesenangan kualitasnya tidak sama
§ Kesenangan
dapat dirasakan oleh banyak orang
§ Bila
ada dua jenis kesenangan yang dianggap sama, maka yang dijadikan kriteria untuk
memilih adalah mana yang terbaik
§ Kesenangan
itu pantas diterima oleh orang yang sudah bekerja, berusaha dab berjuang dalam
hidupnya
4.
Asas
Bahagia Adalah Kesenangan
Pada garis besarnya kesenangan itu dapat
dibagi atas dua golongan, yaitu :
a. Kesenangan
fisik
Kesenangan yang dapat dirasakan atau
dinikmati oleh batang tubuh atau raga.
b. Kesenangan
Psychis/Rohani
Kesenangan dinilai dari rasa, emosi dan
getaran jiwa.
5.
Kesimpulan
Tentang Rasa Bahagia
Jadi, kita dapat mencari kebahagiaan
dari dalam diri atau dalam jiwa sendiri. Menurut Kant, bahagia dan kesenangan
hidup itu dapat diperoleh dengan jalan melaksanakan kewajiban dengan penuh
kesadaran dan menyertainya dengan kelakuan yang baik.
BAB
VIII
ETIKA
DALAM PEMBANGUNAN BANGSA
1.
Pengertian
Pembangunan Bangsa
Terdapat dua pola pembangunan bangsa
yaitu :
a. Pola
pembangunan mental
· Bila
sasarannya adalah manusia, maka pembangunan itu dinamakan pembangunan mental.
Isi dan sifatnya bermacam-macam, antara lain :
a. Pembaruan,
penyegaran atau perombakan cara-cara berfikir manusia
b. Peningkatan,
pembinaan atau pengarahan dalam cara kerja manusia
c. Penataran,
pemantapan atau adanya penyajian dan penemuan prakarsa baru
b. Pola
pembangunan fisik
· Bila
sasarannya merupakan suatu wadah/tempat, maka dinamakan pembangunan fisik.
Misal : pembangunan desa. Isinya adalah pembangunan tata desa atau kota,
jembatan, gedung sekolah, dll.
2.
Batasan
Organisasi
Organisasi adalah suatu unit sistem,
suatu badan usaha yang bergerak sesuai dengan rencana kerjanya untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.
3.
Penetapan
Pejabat Karena Motif Pribadi/Keluarga
Dari segi etik yang disoroti dalam
pekerjaan ini adalah perilaku manusianya. Etika suatu ilmu yang normatif,
artinya mengandung norma-norma yang ada hubungannya dengan tata kehidupan
manusia.
4.
Pola
Minat Manusia Menurut E. Spranger
Spranger membagi minat manusia menjadi 6
pola, yakni :
a. Homo
economicus
Manusia ekonomi, mendasarkan tindakannya
atas dasar motif ekonomi, dengan perhitungan laba rugi.
b. Homo
socialis
Manusia sosial, mendasarkan tindakannya
atas satu pandangan hidup bermasyarakat, keluarga, gotong royong agar hidup
damai sejahtera.
c. Homo
politicus
Mendasarkan pandangan hidup pada
motif-motif mencari dan menghendaki kekuasaan. Ingin memerintah dan memimpin
orang lain.
d. Homo
faber
Manusia kerja, melandaskan pandangan
hidup pada usaha membangun, mengelola sesuatu.
e. Homo
theoriticus
Manusia teori, manusia pikir, yang
menganggap bahwa segala sesuatu didunia ini dapat diatur dan diperbaiki dengan
hasil pikiran.
f. Homo
religius
Manusia agama, mendasarkan pendiriannya
bahwa manusia tidak dapat membebaskan diri dari apa yang telah digariskan
Tuhan.
5.
Hak
Subjektif Dan Objektif Manusia
Bila soal aturan, norma itu kita kenakan
pada soal tugas, soal milik, maka timbullah batasan baru dengan istilah hak.
Sehingga ada hak pemilikan atas benda atau hak subjektif, lawannya adalah hak
objektif yaitu keadaan atau hal dari objek yang dimiliki itu.
6.
Kesimpulan
Para Filsuf Tentang Peranan Etika
a. Sebagai
suatu ilmu, dijadikan sebagai himpunan dari teori-teori moral, yang dapat
dipraktekkan dalam pergaulan hidup sehari-hari.
b. Sebagai
suatu teori, diperkaya oleh praktek-praktek hidup dalam masyarakat.
c. Etika
sejak dari dulu, sudah merupakan mata studi di perguruan tinggi.
d. Sebagai
suatu moral judgement (hukum moral), merupakan unsur pembantu dalam ilmu-ilmu
sosial lainnya.
e. Sesuai
dengan ajaran Aristoteles yang telah menggariskan bahwa tugas utama dari etika
adalah untuk menemukan kebenaran tentang masalah moral.
7.
Etika
Membangun Martabat Manusia
Bukan masyarakat yang menentukan nilai
baik atau buruk, susila atau tidak susilanya suatu perbuatan, tetapi etika
sendiri dalam kedudukannya sebagai suatu ilmu. Etika dengan sendirinya
mempunyai alat pengukur yang dapat digunakan untuk menilai, menetapkan atau
memutuskan sesuatu perbuatan mana yang susila dan mana yang tidak susila. Alat
penilai tersebut dalam bahasa filsafat disebut “Consciousness”, yaitu kata hati
atau kesadaran jiwa manusia. Isi dari consciousness adalah kesatuan dari
totalitas sejumlah sikap kejiwaan, yang terdiri dari :
a. Kesadaran
(terhadap kesanggupan, kekurangan diri sendiri)
b. Pertimbangan
rasa (sebagai pencerminan dari adanya rasa keadilan, kemanusiaan dan kesehatan
pikiran)
c. Kedewasaan
jiwa (sebagai pencerminan dari kekayaan pengalaman, kemasukan pertimbangan dan
sikap penghati-hatian)
ª Dalam
pembangunan masyarakat, maka yang
dijadikan sasaran adalah mental masyarakat itu sendiri. Syarat membangun
masyarakat adalah :
a. Jiwa
yang bangun : artinya jiwa dan semangat yang sudah sadar, supaya mudah
menyadarkan orang lain yang belum sadar.
b. Kesediaan
berkorban : artinya ada kesediaan memberi atau mengorbankan apa yang
dimilikinya, bisa berupa waktu, harta, buah pikiran atau tenaga.
ª Pondasi
dari kesadaran moral menurut ajaran filsafat atau ilmu jiwa adalah perbaikan
akhlaknya, pembinaan moral supaya menjadi masyarakat susila yang bermoral
tinggi. Maka dapat dibangun :
a. Masyarakat
yang damai sejahtera
b. Masyarakat
adil dan makmur, adil dalam kemakmuran, makmur dalam keadilan, menuju negara
Pancasila.
BAB
IX
ETIKA
DALAM KEHIDUPAN BERPOLITIK
1.
Pengertian
Politik
Aristoteles pernah
mengemukakan bahwa antara etika dan politik terdapat hubungan yang paralel.
Hubungan tersebut tersimpul pada tujuan yang sama-sama ingin dicapai, yaitu
terbinanya warga negara yang baik, yang susila, yang setia kepada negara yang
kesemuanya merupakan kewajiban moral dari setiap warga negara. Sebagai modal
pokok untuk membentuk suatu kehidupan bernegara, berpolitik yang baik, dalam
arti makmur, tentram dan sejahtera.
2. Pengertian Etika Pancasila
Etika yang dijiwai oleh
falsafah negara Pancasila, disebut Etika Pancasila, meliputi :
a.
Etika yang berjiwa Ketuhanan Yang Maha
Esa
Orang yang beretik ini
pada prinsipnya adalah mereka yang percaya pada tuhan.
b.
Etika yang berperikemanusiaan
Yaitu etika yang
menilai harkat kemanusiaan tetap lebih tinggi dari nilai kebendaan.
c.
Etika yang dijiwai oleh rasa Kesatuan
Nasional
Rasa kesatuan nasional
(kebangsaan) disini memperlihatkan ciri khusus dari sifat bangsa Indonesia yang
Bhineka Tunggal Ika.
d.
Etika yang berjiwa demokrasi
Demokrasi adalah
lambang persaudaraan manusia, jadi etika demokrasi adalah etika yang berjiwa
persaudaraan yang menilai manusia sebagai manusia.
e.
Etika yang berjiwa keadilan sosial
Keadilan sosial adalah
manifestasi dari kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh jiwa kemanusiaan,
jiwa yang cinta persatuan, jiwa yang bersifat demokratis.
3. Kesimpulan
Dengan demikian
jelaslah dalam kehidupan politik, etika itu sangat diperlukan. Jika etika tidak
ada maka kekerasan, kekejaman, kesewenang-wenangan akan merajalela. Menurut
ajaran Pancasila, hendaknya menyiapkan dan melatih diri :
a.
Mematuhi perintah Tuhan dan menjauhi
larangan-Nya
b.
Belajar dan membiasakan diri mencintai
sesama manusia
c.
Menanamkan kesadaran dan rasa cinta
kepada tanah air, bangsa dan negara
d.
Melatih dan membiasakan diri hidup,
bergaul dan bersikap demokratis
e.
Melatih dan membiasakan diri bersikap
adil, berjiwa sosial dan kemasyarakatan
BAB
X
ETIKA
DALAM MENCARI KEADILAN
1. Pengertian Keadilan
Keadilan adalah suatu
kualitas hasil dari sesuatu perbuatan yang dinilai adil, setelah diadakan
pemisahan, seleksi mana yang benar dan mana yang salah.
2. Ajaran Keadilan Oleh Plato
Ajaran keadilan menurut
plato, merupakan bagian dari Cardinal Virtue (kebajikan pokok), yaitu 4 jenis :
a.
Keadilan (justice)
b.
Kebijaksanaan (wisdom)
c.
Keberanian (courage)
d.
Penguasaan diri (self control)
·
Dari segi filsafat, penerapan dari
keadilan itu dapat dibagi menjadi 5 jenis :
1.
Adil pada diri sendiri
Berarti memperhatikan
kebutuhan diri, tetapi tidak membiarkan diri berbuat tidak adil sampai
merugikan orang lain.
2.
Adil pada sesama manusia
Ajaran ini menyuruh
kita untuk berbelas kasih kepada sesama manusia, memberi bantuan kepada orang
lain yang lebih membutuhkan.
3.
Adil pada makhluk lain yang bernyawa
Adil pada binatang
piaraan, berarti memberi makan dan minum. Terhadap tumbuhan dan pohon jangan
merusak, harus diberi air.
4.
Adil kepada alam atau benda mati lainnya
Berarti bersikap sabar
dan bijaksana bagi diri sendiri. Tidak merusak alam dengan cara menebang pohon
sembarangan.
5.
Adil pada Tuhan
Bersikap adil kepada
Tuhan dengan cara patuh dan taat mengikuti apa yang telah diperintahkan-Nya.
ª Kebijaksanaan
adalah suatu keteguhan sikap yang timbul karena dilandasi oleh suatu pendirian
yang benar dan bijak dalam bertindak.
ª Keberanian
adalah mampu bertahan (fisik) dan semangat untuk bangkit kembali (moral).
ª Self
control adalah penguasaan diri. Manifestasi dari self control ialah adanya
sikap yang menunjukkan kematangan dan kedewasaan dalam bertindak.
BAB
XI
PERBANDINGAN
ANTARA HUKUM DENGAN ETIKA
1. Pengertian Hukum
Hukum adalah suatu
peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau oleh sesuatu badan, yang digunakan
sebagai suatu alat untuk mengatur kehidupan warganya.
Terdapat dua jenis
hukum dalam masyarakat, yaitu :
a.
Hukum tidak tertulis (konvensi)
b.
Hukum tertulis
2. Komparasi Antara Hukum Dan Etika
Terdapat beberapa
persamaan dan perbedaan antara hukum negara dan etika :
a.
Persamaannya ialah :
ü Hukum
negara maupun etika, sama-sama berfungsi sebagai alat untuk mengatur tertib
hidup dalam masyarakat.
ü Hukum
negara maupun etika, sama-sama mempelajari dan menjadikan objek tingkah laku
manusia.
ü Keduanya
memberikan penggarisan, yang merupakan batas gerak, hak dan wewenang seseorang
dalam pergaulan hidup, supaya jangan saling merugikan.
ü Keduanya
bersumber dari pengalaman, baik hukum negara maupun hukum etika, dihimpun,
dikumpul, ditambah berdasarkan pengalaman manusia.
ü Keduanya
menggugah kesadaran manusiawi, hukum dan etika menghendaki dalam hidup jangan
sampai merugikan sesama manusia.
b.
Perbedaannya ialah :
§ Hukum
negara itu tertulis/terbukukan, sedang hukum etika tidak.
§ Pada
hukum negara, sifatnya objektif, tegas. Hukum etika sifatnya subjektif,
fleksibel/luwes.
§ Hukum
negara bersifat menuntut, hukum etika memberikan tuntunan.
§ Hukum
negara memerlukan bukti untuk menjatuhkan vonis, hukum etika tidak memerlukan
bukti fisik.
§ Hukum
negara memerlukan alat negara untuk menjamin pelaksanaan hukum itu. Hukum etika
tidak memerlukan alat, kecuali kesadaran jiwa sendiri.
3. Hukum Etika Adalah Hukum Kejiwaan
Dalam pergaulan hidup
ini, untuk menjadi warga negara yang baik, setiap individu berusaha untuk :
a.
Mematuhi tertib-hukum yang berlaku. Bagi
mereka yang suka melanggar hukum dengan sengaja , maka pada diri orang tersebut
terdapat dua jenis penyakit :
Kesukaan
membangkang karena jiwanya memang jahat
Jiwa
yang sombong, karena mengharapkan pujian kosong
b.
Mengadakan introspeksi pada diri
sendiri. Berarti ada kesadaran untuk selalu berkonsultasi dengan jiwa sendiri.
BAB
XII
ETIKA
PROFESI
1. Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah
hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
2. Ciri-Ciri Profesi
Secara umum ada
beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, baik profesi pada umumnya
maupun profesi luhur.
a.
Adanya pengetahuan khusus. Profesi
selalu mengandalkan adanya suatu pengetahuan atau keterampilan khusus yang
dimiliki oleh sekelompok orang yang profesional untuk bisa menjalankan tugasnya
dengan baik.
b.
Adanya kaidah dan standar moral yang
sangat tinggi. Pada profesi yang bersifat luhur pada umumnya ditemukan suatu
aturan permainan dalam menjalankan tugasnya atau yang disebut kode etik.
c.
Mengabdi kepada kepentingan masyarakat.
Orang yang mengemban profesi luhur akan meletakkan kepentingan pribadinya
dibawah kepentingan masyarakat.
d.
Ada izin khusus untuk bisa menjalankan
suatu profesi. Karena setiap profesi terutama profesi luhur menyangkut
kepentingan masyarakat yang terpaut dengan nilai kemanusiaan, misal
keselamatan, keamanan.
e.
Kaum profesional biasanya menjadi
anggota dari suatu organisasi profesi. Tujuan dari organisasi ini adalah
menjaga keluhuran profesi itu.
3. Prinsip-Prinsip Etika Profesi
Tuntutan profesional
sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik profesi untuk masing-masing
bidang profesi. Ada tiga prinsip etika profesi yang berlaku :
1.
Tanggung jawab. Setiap orang yang
mempunyai profesi tertentu diharapkan bersikap tanggung jawab dalam dua arah :
a.
Terhadap pelaksanaan pekerjaan dan
terhadap hasilnya. Maksudnya kaum profesional diharapkan bekerja sebaik mungkin
dengan standar diatas rata-rata.
b.
Terhadap dampak dari profesi untuk
kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya. Setiap profesional
diharapkan bertanggung jawab atas dampak dari tugasnya terhadap perusahaan, teman
kerja, keluarga, masyarakat.
2.
Keadilan. Prinsip ini menuntut kita
untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Artinya dalam
menjalankan profesinya setiap orang profesional tidak boleh melanggar hak orang
lain.
3.
Otonomi. Prinsip ini menuntut agar
setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan
profesinya.
4. Menuju Profesi Yang Luhur
Salah satu profesi
luhur yang jarang ditekuni adalah bisnis. Karena masyarakat masih beranggapan
bahwa bisnis mengandung konotasi yang kotor. Salah satu upaya untuk menunjang
usaha kearah bisnis sebagai profesi luhur adalah dengan membentuk organisasi
profesi bisnis.
BAB
XIII
ETIKA
PROFESI PEKERJAAN SOSIAL
Kode
etik merupakan batasan-batasan mengenai pertanggungjawaban dan perilaku-perilaku
yang diharapkan serta pertanggungjawaban dan perilaku-perilaku yang diwajibkan.
Yang sangat penting dari suatu kode etik adalah fungsi-fungsinya sebagai
pernyataan pertanggungjawaban yang terumuskan.
a.
Dari profesi yang bersangkutan kepada
masyarakat
b.
Dari praktek kepada konsumen yang
menggunakan pelayanan-pelayanannya
c.
Dari praktek kepada profesinya
Kode etik pekerja sosial (social
worker) sebagai berikut :
a. Untuk
menyelamatkan reputasi suatu profesi dengan jalan menyediakan kriteria
eksplisit yang dapat dipakai untuk mengatur perilaku para anggotanya
b. Meningkatkan
praktek secara lebih kompeten dan lebih bertanggung jawab oleh para anggotanya
c. Melindungi
khalayak dari eksploitasi yang dilakukan oleh praktek yang tidak kompeten
1. Falsafah Yang Mendasari Praktek Pekerjaan
Sosial
Falsafah yang digunakan
dalam praktek langsung yaitu praktek langsung bekerja dengan orang, bukan
perumusan kebijakan. Kondisi yang ingin diciptakan dan cara-cara atau metode
yang dipakai, antara lain :
a.
Orang memiliki kemampuan untuk menentukan
pilihan maupun keputusan mereka sendiri.
b.
Orang yang bekerja sebagai penolong
termasuk pekerja sosial memikul tanggung jawab untuk menolong orang lain.
c.
Orang yang mempunyai tugas penolong
(pekerja sosial) mempunyai tanggung jawab untuk mengubah lingkungan.
d.
Orang yang mempunyai kemampuan untuk
mempelajari tingkah laku yang baru.
e.
Aspek pertumbuhan manusia lain yang
dihargai adalah pertumbuhan ke arah pribadi yang penuh perhatian.
f.
Untuk bisa hidup dalam kenyataan masa
kini orang perlu menggali dan memanfaatkan potensi-potensi yang dimilikinya
secara penuh.
g.
Alat-alat/cara-cara untuk mencapai
tujuan atas sama pentingnya dengan tujuan membantu orang untuk meningkatkan
kehidupan orang lain.
h.
Kesadaran mengenai diri merupakan
langkah awal ke arah perwujudan diri.
i.
Hak-hak orang terhadap sistem nilai dan
sistem keyakinan tidak boleh dipaksa.
2. Hal-Hal Yang Dianggap Baik Oleh
Profesi Pekerjaan Sosial
a.
Setiap orang hendaknya memiliki akses
terhadap sumber-sumber yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dan kesulitan
hidup.
b.
Setiap orang adalah unik dan memiliki
harkat dan martabat.
c.
Orang mempunyai hak untuk bebas
sepanjang kebebasannya tidak mengganggu kepentingan orang lain.
d.
Perwujudan dari nilai-nilai diatas
merupakan tanggung jawab bersama antara individu dan masyarakat.
3. Prinsip Dasar Etika Pekerjaan
Sosial
a.
Menghargai martabat manusia
b.
Kesempatan yang sama
c.
Menentukan nasib sendiri
d.
Tanggung jawab sosial
4. Ikhtisar Mengenai Prinsip-Prinsip
Kode Etik Pekerjaan Sosial
a.
Perilaku dan sifat-sifat utama sebagai
pekerja sosial
Ø
Kualitas pribadi
Ø
Pengembangan kompetensi profesional
Ø
Pelayanan
Ø
Integritas
Ø
Belajar dan meneliti
b.
Tanggung jawab etik pekerja sosial
terhadap klien-kliennya
ª
Utamakan kepentingan klien
ª
Hak-hak dan prerogasi klien
ª
Konfendesialitas dan kedirian (privacy)
ª
Gaji
c.
Tanggung jawab etik pekerja sosial
terhadap teman sejawat
ü
Menghargai, jujur, dan hormat
ü
Dalam berurusan dengan klien teman
d.
Tanggung jawab etik pekerja sosial
terhadap badan sosial yang memperkayanya
·
Komitmen
Pekerja sosial
hendaknya menjunjung tinggi komitmen terhadap organisasi yang mempekerjakannya.
e.
Tanggung jawab etik pekerja sosial
terhadap profesinya
Memelihara integritas profesi
Pelayanan masyarakat
Pertumbuhan manusia terjadi didalam
konteks relasi dengan orang lain
Pengembangan pengetahuan
f.
Tanggung jawab etik pekerja sosial
terhadap masyarakat
Meningkatkan
dan mengembangkan kesejahteraan umum.
Pekerja sosial hendaknya berupaya
meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan umum masyarakat.
BAB
XIV
ETIKA
DALAM BERBISNIS
1. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
Prinsip-prinsip yang
berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan kita sebagai manusia pada umumnya.
Beberapa prinsip etika
bisnis tersebut ialah :
a.
Otonomi
Otonomi adalah sikap
dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang
apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
b.
Tanggung jawab
Orang yang otonom
adalah orang yang tidak hanya sadar akan kewajibannya dan bebas mengambil
keputusan dalam setiap tindakan melainkan orang yang bersedia mempertanggungjawabkan
keputusan dan tindakannya. Tanggung jawab dari setiap tindakan, diberikan
kepada :
û
Diri sendiri
û
Orang yang mempercayakan kegiatan bisnis
û
Pihak yang terlibat dalam urusan bisnis
û
Pihak ketiga (masyarakat yang secara
tidak langsung terkena akibat bisnis)
c.
Kejujuran
Dalam dunia bisnis,
kejujuran menemukan wujudnya dalam berbagai aspek :
o
Jujur dalam pemenuhan syarat perjanjian
dan kontrak
o
Jujur dalam penawaran barang dan jasa
dengan mutu yang baik
d.
Tidak berbuat jahat dan prinsip berbuat
baik
e.
Keadilan
Prinsip ini menuntut
agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya. Hak orang lain harus
dihargai tidak boleh dilanggar.
f.
Mempertahankan martabat diri sendiri
Secara khusus etika
bisnis menunjukkan bahwa kita semua mempunyai kewajiban moral yang sama
bobotnya untuk menghargai diri kita sendiri.
2. Masalah Yang Dihadapi Dalam Etika
Bisnis
Keith Davis dan William
C. Frederick membedakan model hubungan dalam bisnis menjadi dua :
a.
Hubungan primer, meliputi semua hubungan
langsung yang diperlukan suatu perusahaan untuk melaksanakan fungsi dan misi utama
yaitu memproduksi barang dan jasa. Hubungan primer berlangsung melalui pasar
bebas.
b.
Hubungan sekunder, meliputi berbagai
hubungan dengan kelompok-kelompok masyarakat yang merupakan akibat dari
pelaksanaan fungsi dan misi utama perusahaan.
Hubungan ini terjalin secara tidak langsung dan bukan merupakan hubungan
yang menentukan hidup atau matinya perusahaan.
3. Sumbangan Etika Bisnis
Etika bisnis boleh
dikatakan merupakan suatu bidang etika khusus (terapan) yang baru berkembang
pada awal tahun 1980-an. Menurut Richard T. de George, etika bisnis secara
khusus menyangkut empat macam kegiatan :
a.
Penerapan prinsip-prinsip etika umum
pada kasus atau peaktek khusus dalam bisnis.
b.
Etika bisnis tidak hanya menyangkut
penerapan prinsip etika pada bidang kegiatan bisnis.
c.
Bidang telaah etika bisnis adalah
menyangkut praanggapan-praanggapan mengenai bisnis.
d.
Etika bisnis juga menyangkut bidang yang
biasanya sudah meluas melampaui bidang etika.
4. Etika Beriklan
Beriklan
harus dikemas secara menarik namun iklan mempunyai tanggung jawab moral dan
sosial. Dunia periklanan juga harus mampu menghindarkan penggunaan cara-cara
yang dapat merendahkan harkat dan martabat manusia, terutama anak-anak dan kaum
wanita, “kata Pak Harto”.
Praktisi
periklanan Indonesia dituntut membuat karya yang sesuai dengan citra Indonesia.
5. Perkembangan Etika Bisnis Di
Indonesia
Etika bisnis merupakan
hal baru dalam tradisi pengembangan filsafat. Di Indonesia sendiri dalam
tradisi pengembangan filsafat dan etika, bidang ini belum mendapat perhatian.
Dibandingkan dengan etika politik yang hampir mendapat tempat dalam semua
kurikulum pendidikan filsafat di Indonesia, etika bisnis belum terjamah.
Sekarang mulai disadari bahwa etika
bisnis perlu di kembangkan dalam pengembangan filsafat dan etika di Indonesia.
Tujuannya agar etika bisnis tidak hanya digeluti dari segi filsafat-etika,
namun juga di dalami melalui ekonomi, bisnis, dan manajemen itu sendiri.
BAB
XV
PERBANDINGAN
ETIKA DENGAN AGAMA
1. Pengertian Agama
Dari segi etimologi
dinyatakan bahwa istilah agama berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata
“a” = yang berarti tidak dan “gamae” = yang berarti kacau, tidak teratur, tidak
tetap. Jadi secara harfiah agama dapat diartikan sesuatu yang tidak kacau,
teratur atau tidak tak tetap, jadi tetap atau kekal.
2. Sumber Agama
Dari sejarah
perkembangan agama dapat ditarik dua garis besar sumber agama :
a.
Agama langit : agama yang datangnya dari
Allah SWT. Agama ini disebarkan oleh Nabi dan Rasul Allah (Yahudi, Kristen dan
Islam)
b.
Agama bumi : agama yang sumbernya bukan
dari Allah SWT. Agama ini dengan sendirinya bersumber dari kecerdasan otak
manusia (Hindu, Budha dan Sinto)
3. Batasan Atau Perumusan Agama
Prinsip dari perumusan
agama, seperti credo = kepercayaan, cult = pemujaan, belief = kepercayaan atau
iman, scred atau holy = suci atau kesucian.
4. Komparasi Antara Etika Dan Agama
Antara etika dengan
agama terdapat titik persamaan dan perbedaan :
a.
Persamaan
ü
Sasaran : baik etika maupun agama
sama-sama meletakkan dasar ajaran moral
ü
Sifat : etika maupun agama sama bersifat
memberi peringatan, tidak memaksa
b.
Perbedaan
v
Segi prinsip : agama merupakan
kepercayaan kepada Tuhan yang mengandung pengabdian, etika bukan kepercayaan
yang mengandung pengabdian
v
Bidang ajaran : agama mengajarkan
tentang dua dunia (alam fana dan alam akhirat), etika tentang kehidupan moral
manusia di alam fana
v
Agama (Islam) sumber Allah, etika dari
pemikiran manusia
5. Haruskah Manusia Itu Beragama
Jawabnya : tidak harus
Dalam agama sendiri,
Allah telah menggariskan bahwa tak ada paksaan dalam beragama.
6. Hakikat Dunia Atau Akhirat
Dunia artinya :
a.
Tempat persiapan, tempat mengumpulkan
bekal untuk perjalanan yang lebih panjang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar